Archive for the ‘Tinjau Buku’ Category

Buku Drama Musikal Anak Nakal

Posted: Januari 5, 2011 in Tinjau Buku

Jalan Tamblong adalah salah satu sudut jalan yang terpentang di kota Bandung.Tamblong menjadi sumber inspirasi Remy Sylado menuliskan sebuah lagu yang nakal dan mbeling pada era 70-an.Saat itu,Remy bekerja di majalah budaya pop Aktuil sekaligus juga mengelola Sanggar Teater dan Kelompok Musik Folk bernama Remy Sylado Company.

Buku
Liriknya nakal dan agak kurang ajar.Penuh muatan anti-establishment.Dan semangat menghujat dan menggugat peran orang tua yang kerap digambarkan dekaden.Superioritas anak muda yang berangasan tampak jelas dalam untaian kata hingga kalimat yang ditoreh Remy Sylado .
Remy Sylado melepas lima naskah drama yang menantang pemahaman kita selama ini mengenai moral dan nilai-nilai. Dengan cerdas dan satiristik, Remy Sylado yang bernama asli Japi Tambajong ini berupaya mengaduk-aduk masalah seksualitas sampai etika kekuasaan; dari soal sejarah bahasa Indonesia sampai makna kemerdekaan.
Remy pernah bikin karya sarat gugat anak muda atas kesewenangan orang tua dalam Orexas yang merupakan akronim Organisasi Sex Bebas.Sepertinya,saat itu,Remy ingin mentransformasikan gerakan budaya pop anak muda era flower generation yang berpayung ritual ritual komunal seperti hippies yang sarat kliyang-kliyeng psychedellia.
Perhatikan penggalan torehan larik yang dibuat Remy Sylado :

Aku ingin tidur disebuah dusta, ketika aku mabok.
Kupasangkan kuping atas semua bunyi, tapi hatiku bangkang.
Siapa bisa perang lawan harga diri, bila kantuk menjajah,
Kularikan mata dari rasa lapar yang manja.

Salibkan mulutku, dengan sorak-sorai,
Atau tikamkan pisau.
Aku tetap raja atas kecewaku
pada bekas daun hijau.
Matahari boleh lunturkan warnanya, sampai panasnya musnah.
Aku tetap raja atas kecewaku, pada bekas daun hijau.

Dan dokumentasi karya-karya pop mbleing Remy Sylado terangkum dalam buku yang i juga dilengkapi dengan empat keping CD berisi 64 lagu karya asli Remy Sylado diantaranya adalah lagu Jalan Tamblong yang pernah dinyanyikannya dulu dalam beberapa versi di era 70-an.Lagu Jalan Tamblong pun pernah dibawakan penyanyi folk wanita Bandung Ritta Ruby Hartland hingga Doel Sumbang,salah satu pengagum musikalitas Remy Sylado.
Ini pengglan lirik Jalan Tamblong :

Puntung puntung rokok bersatukan ludah
Di jalan tamblong
Dimana tenggelam cinta atau benci
Atau sunyi hati

Berdatanglah disana para teladan
Digoda dingin memeluk surga yang semu
Yang didambanya pada suatu nafsu

Ayam berkokok setan gentayangan
Ranjang bernyanyi hujan
Berapa lama sandiwara usai
Yang bukan aktor tidak ambil bagian

Malam masih hidup tapi tinggal kerangka
Di jalan tamblong
Pulanglah hati yang sunyi pada miliknya
Menawarkan dusta.

Remy memang sosok multi dimensi.Dia faham musik,dia bikin musik,dia bikin teater,bikin puisi,bikin novel,mengkritik musik (dulu bahkan dia punya julukan tukang cari cacat musik Indonesia),dia main film,main sinetron,kadang dia menyebut dirinya seorang munsyi atau ahli bahasa.Dan ah entah apa lagi.
Pada sampul belakang buku “Jalan Tamblong” yang diterbitkan KPG Jakarta tertulis sebuah compliment dari seorang budayawan dan roahaniawan yang kerap menuliskan opini di harian Kompas pada era 70-an,M.A.W Brouwer :

“Remy Sylado orang nakal. Sama nakalnya dengan Voltaire dan Pasternak… Dia mempunyai kenakalan orang yang mau menyelidiki sendiri: kenakalan William Ockham, Erasmus, Martin Luther, dan Calvin. Justru orang itu yang membebaskan Eropa dari tindasan agama dan membuka jalan akan menjadi revolusi besar.”
M.A.W. Brouwer, Kompas, 18 Mei 1972

Tutur Trubadur dan Karikatur

Posted: Januari 5, 2011 in Tinjau Buku

Judul Buku : Iwan Fals Vs Oom Pasikom; Media Pendidikan Politik Alternatif
Penulis : Tsabit Azinar Ahmad Syaiful Amin
Penerbit : Ombak, Yogyakarta
Tahun Edar : 2010Tebal xx + 180 halaman

Buku ini menyorot pengaruh lagu lagu bergaya trubadur dan goresan karikatur dalam konstelasi politik.Bahwa dua cabang seni ini disamping berupaya sebagai medium untuk kritisasi juga menjadi medium hiburan yang segar bagi penikmatnya tentu saja.Bahkan tanpa sadar para pembaca diajak untuk belajar politik dari iionpolitisi. Pembaca buku ini pun secara tak langsung diajak menganalisa lagu-lagu Iwan Fals dan karikatur Oom Pasikom yang seperti mempelaikan dua kutub : humor dan kritik.
Adakah kesamaan visi antara seorang trubadur dan karikatur ?

Buku Iwan Fals VS Oom Pasikom (Foto Denny Sakrie)

Buku Iwan Fals VS Oom Pasikom (Foto Denny Sakrie)

Rasanyasih iya.Trubadur adalah penyanyi bertutur yang berceloteh tentang apa dan siapa yang dilihatnya atau dirasakannya dalam sejumput lirik yang disenandungkannya.Seorang trubadur bisa bertuitur tentang apa saja.Tentang keseharian.Tentang kesenjangan-kesenjangan baik itu perilaku sosial mapun wacana politik.Iwan Fals dan gitarnya berada dalam garis penyaksi sekaligus gugat.
Dalam mencipta lagu, Iwan Fals terinspirasi dari kehidupan sehari-harinya. Kisah-kisah yang diangkat dari realitas sehari-hari inilah yang justru menjadi kekuatan dari lagu-lagu Iwan Fals .
Lewat torehan karya karya lagunya yang mbeling dan terkadang tajam menohok , Iwan Fals beberapa kali mengkritisi pemerintah.Mungkin belum pudar dalam ingatan kita bahwa di masa rezim Orde Baru, Iwan Fals acapkali memperoleh dukungan moral dari masyarakat,dikarenakan lagu-lagunya begitu tajam menghantam dan membebat pemerintah.Saat itu,hanya sedikit pemusik yang berani melawan rezim represi Soeharto,satu diantaranya ya Iwan Fals. Walhasil dengan lagu-lagu ciptaannya yang dinyanyikannya di depan khalayak Iwan pun menjadi kerubutan massa.Iwan Fals dan lagu-lagunya kemudian digandrungi khalayak luas dan mampu memberikan pengaruh terhadap masyarakat.
Dan karikatur sendiri,merupakan medium yang nyaris sama dengan tutur trubadur.
Di media cetak baik koran maupun majalah ada sebuah “editorial” dalam bentuk yang lebih komikal dan satir yaitu : karikatur.
Para karikaturis itu seperti halnya para trubadur atau para singer/songwriter ikut melatari bahkan mendampingi setiap peristiwa politik.Mereka seperti wasit yang netral dan tak memihak.
Dengan “Oom Pasikom” yang diciptakan GM Sudarta,seacara lugas dan gamblang terkadang mbalelo berhasil menempatkan diri sebagai sosok “luar pagar” pemerintah.Dengan semangat humor yang tinggi dan satirikal Oom Pasikom dengan busana khasnya :bertopi dan berjas bluwek dengan spontan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah melalui gambar-gambar kartun yang telah tersebar di berbagai media massa.Oom Pasikom memang merupakan representasi rakyat yang sesungguhnya.Dengan keluguan tapi tajam menyikut persoalan yang tampak kasat mata.
Seperti halnya lagu lagu Iwan,sosok rekaan GM Sudharta ini pun berada dalam kredo membela rakyat .
Kita mungkin tersenyum simpul menyimak lagu lagu Iwan atau terkekeh memandang sketsa yang diperankan Oom Pasikom.Di pihak sana,ada juga yang meringis bahkan merasa terganggu.
Tapi toh kehadiran turubadur atau karikatur memang harus tetap ada.Mereka adalah penyeimbang.Mereka adalah cermin untuk berkaca perilaku.