Archive for the ‘Wawancara’ Category

Ketemu Jazzer Lasak ,Jamie Cullum

Posted: Desember 28, 2014 in Wawancara

Ada jiwa rock dalam raga Jamie Cullum yang dikenal orang sebagai penyanyi dan pianis jazz era kiwari.Lagaknya saat di pentas lasak.Lari berhamburan kesana kemari.Kerap jua Jamie dengan gaya slenge’an menaiki piano.Dan ternyata penonton suka akan gaya Jamie yang senantiasa berlaku lajak itu.Jeritan histeris pun kerap terdengar.Mungkin karena Jamie yang tak terlalu semampai ini memiliki paras ganteng mempesona.

Mendampingi Jamie Cullum sebagai moderator dalam Konperensi Pers di Java Jazz  Festival jumat 28 Februari 2014 (Foto Rio Anteve)

Mendampingi Jamie Cullum sebagai moderator dalam Konperensi Pers di Java Jazz Festival jumat 28 Februari 2014 (Foto Rio Anteve)

Jumat 28 Februari 2014,akhirnya saya ketemu dengan Jamie Cullum yang menjadi salah satu headliner dalam perhelatan jazz tahunan Indonesia Java Jazz Festival yang berlangsung di Kemayoran Jakarta.Ini merupakan muhibah Jamie Cullum yang kedua di festival jazz yang sama setelah perhelatan Java Jazz tahun 2007.
Saya diminta untuk menjadi moderator Konperensi Pers Jamie Cullum sebelum lelaki kelahiran 20 Agustus 1979 ini menggelar konsernya.Orangnya humoris,dan agaknya sudah mulai mengurangi gaya grasa-grusunya.Maklum,perubahan ini terjadi karena usia bertambah dan telah menikah dan memiliki keluarga. Momen ini pun saya pergunakan untuk sekedar menelisik kesukaannya terhadap jazz maupun genre dan subgenre musik lainnya.
Berikut ini kutipan obrolan saya dengan Jamie Cullum (JC)
DS : Anda menemukan jazz sebagai pilihan bermusik berasal setelah menggeluti rock termasuk juga hip-hop.Bagaimana sampai hal itu terjadi ?
JC : Kejadiannya sih terjadi begitu saja.Dimulai saat saya ikut bergabung dalam sebuah grup rock dan saya sangat menikmati fase ini.Apalagi saat itu kami sering berjam session dengan menyentuh area psikedelik juga.Suatu saya bilang ke temen-temen band :”Apakah kalian pernah mendengarkan musik jazz yang dahsyat ?”.Saya lalu memutarkan dua album Miles Davis yaitu Bitche’s Brew dan On The Corner.Mereka diam terhenyak dan berteriak :”Amazing !”.
DS : Lalu penyanyi jazz yang jadi inspirasi siapa ?
JC : Harry Connick Jr.Saya suka cara dia main piano sambil nyanyi.Ini membuat saya tergetar untuk berbuat sesuatu yang sama dengan Harry.
DS : Ketika anda muncul banyak yang mulai membanding-bandingkan anda dengan Harry Connick Jr .Apa komentar anda ?
JC : Saya memang seolah merasa jadi bagian dari tubuh Harry Connick Jr.Saya sangat suka ketika Connick berkolaborasi dengan Branford Marsalis di album Occasion.Karena dalam musik Harry ada juga elemen funk.Saya juga album Harry Blue Light,Red Light.Apalagi Harry juga suka Monk dan Sinatra.
DS : Banyak yang bilang penampilan anda di panggung lebih berkesan sebagai rock stars.Betulkah ?
JC : (tertawa)…..Saya selalu ingin tampil seekspresif mungkin di panggung.Tak heran saya terlihat liar dan terkesan suka-suka.Karena bagi saya di panggung harus menciptakan komunikasi yang baik dengan penonton.Dulu saya sering nonton konser-konser dari Ben Folds,Jeff Buckley hingga Radiohead serta Harry Connick tentunya.
DS : Boleh tau gak,rekaman jazz siapa yang pertama kali anda dengar ?
JC : Waktu masih kecil saya sudah terbiasa dengar jazz di rumah.Orangtua saya suka memutar album-album dari Dave Brubeck hingga Oscar Peterson.Lalu paman saya sering berbicara tentang Pat Metheny maupun Joe Pass.Tapi saat itu saya malah lebih suka mendengar album-album dari Irom maiden,Megadeth,AC/DC hingga Pantera dan Sepultura.Ketika saya berusia antara 10 hingga 12 tahun saya suka kagum sama gitaris yang mampu bermain cepat seperti Steve Vai,Joe Satriani maupun Yngwie Malmsteen. Dari situ kemudian saya mulai mengetahui bahwa Vai itu pernah ikut dalam album maupun konser Frank Zappa.dari Zappa akhirnya saya juga tahu bahwa George Duke pun ikut mendukung Frank Zappa.Kemudian saya tahu Herbie Hancock ketika grup hip hop Us3 mengambil sample dari karya Herbie Hancock “Cantaloupe Island”.Saya juga mulai mendengar bunyi Fender Rhodes yang dimainkan Hancock di album Headhunters.
DS : wah berarti anda memang penggila musik ya ?
JC : (tertawa)…iya boleh jadi,apalagi kemudian saya mulai berkenalan dengan para dedengkot acid Jazz seperti Brand New Heavies maupun Incognito, termasuk para artis hip hop seperti Common,A Tribe Called Quest hingga Q Tip.Ketika mulai memasuki universitas,barulah saya mengenal Harry Connick Jr.Lalu mendalami kord-kord dari George Gershwin dan Cole Porter.
DS : Lalu apa menurut anda jazz itu ?
JC : Hmmmm…jazz adalah musik yang bisa bersimbiose dengan musik apa saja.

Untuk kedua kalinya saya bersua dengan John Petrucci,gitaris band prog metal Dream Theater yang kini memelihara kumis dan janggut lebat.Sepintas Petrucci yang dilahirkan 12 Juli 1967 ini terlihat seperti Kapten Haddock,tokoh dalam komik Tintin.Pertama,dua tahun silam saat Dream Theater untuk pertamakali menggelar konser di Ancol Jakarta.
John Petrucci adalah salah satu tokoh kunci dalam Dream Theater, sebagai salah satu pendiri disamping menulis dan memproduksi hampir seluruh album Dream Theater mulai dari album Metropolis Pt 2 : Scenes from A Memory hingga album terbaru “Dream Theater” (2013).

Bersama gitaris Dream Theater John Petrucci (Foto Denny Sakrie)

Bersama gitaris Dream Theater John Petrucci (Foto Denny Sakrie)

Siang itu, minggu 26 Oktober 2014 sekitar jam 14.00 WIB saya ngobrol dengan John Petrucci di Business Room Sultan Hotel.Gitaris yang menempati urutan ke 2 gitaris metal terbaik dalam buku “The 100 Metal Guitarist” yang ditulis Joel McIver, terlihat segar siang itu.
Q : Anda terlihat segar siang ini
A : Oh really ? Iya tadi saya sempat ngegym sekitar 2 jam
Q : Tadi saya sempat melihat anda dikejar-kejar fans anda di lobi hotel.Menggangukah ?
A : Oh not really.Saya malah menikmatinya.Mereka datang minta foto bersama dan minta tandatangan di cd dan vinyl Dream Theater, bahkan ada yang bawa gitar Music Man untuk ditandatangani juga.Bahkan kemarin saat kami tiba di bandara,tiba-tiba beberapa petugas berbaju seragam mendatangi saya.What’s wrong ? Eh ternyata mereka malah ingin berfoto bersama dan minta tandatangan.Ini sambutan luarbiasa bagi band seperti Dream Theater.Are we a rock star ?……..ha ha ha ha.
Q : Gimana komentar anda tentang fans Dream Theater di Indonesia ?
A : Tampaknya mereka betul-betul die hard fans.Mereka kenal betul lagu-lagu kami.Mereka punya cd dan vinyl kami.Ini tentu membanggakan buat kami
Q : Betulakah malam nanti Dream Theater akan tampil dipanggung selama 3 jam ?
A : Iya betul.Ini merupakan persembahan kami untuk fans fans kami yang sangat loyal di berbagai Negara termasuk Indonesia.Kami ingin memberikan sesuatu yang beda dalam konser kami mulai dari penyusunan setlist hingga penonjolan visual di panggung.Dan ini merupakan bagian dari anniversary Dream Theater yang memasuki hampir seperempat abad berkarir.
Q : Apa yang membuat Dream Theater bisa bertahan dalam industri musik ?
A : Sederhana saja, kami memainkan musik secara konsisten.Kami tetap pada jatidiri musik kami,tapi tetap update dengan kekinian.Dan ternyata penggemar Dream Theater bukan hanya itu itu saja melainkan bertambah.Saya lihat di youtube ada beberapa anak remaja belasan tahun yang mencoba membawakan karya-karya kami.
Q : Bagaimana dan dimana posisi Dream Theater dalam industri musik yang mulai mengalami pergeseran dalam distribusi musik ?
A : Memang terjadi perubahan yang signifikan.Kami harus menerima kenyataan bahwa penjualan album yang mencapai sertifikat Platinum nyaris tinggal kenangan.Tapi album kami masih tetap ada yang membeli.Ketika album “Dream Theater” dirilis pada September tahun lalu,di minggu pertama telah terjual lebih dari 34 ribu keping dan langsung menempati posisi 7 “Top 200 Albums” di majalah Billboard.
Q : Apa tanggapan anda dengan distribusi musik secara digital ?
A : No problem.Apa pun formatnya menurut saya selama karya-karya kami bisa diterima ke masyarakat hal itu bukan persoalan yang mendasar.Karena selama ini selain karya-karya kami di lempar kepasaran dalam bentuk fisik seperti cd dan vinyl, juga tersedia dalam format digital seperti i-Tunes.
Q : Anda lebih suka format fisik atau digital ?
A : Jujur saya masih menyukai format fisik.Tapi saya tidak begitu suka dengan streaming seperti yang dilakukan Spotify dan lain lain.
Q : Kenapa untuk album terbaru hanya diberi judul selftitled ? Apakah bingung tidak menemukan judul yang tepat ?
A : Ha ha ha ha biasanya sebuah band memberi judul album debut dengan selftitled .Kami sengaja member judul selftitled ini sebetulnya untuk menandai anniversary Dream Theater saja.
Q : Anda banyak menulis lagu untuk Dream Theater,right ? Well,jika saya amati banyak struktur notasi yang terdengar melodius.Why ?
A : Ohhh…..ha ha ha ha iya mungkin karena saya terlahir sebagai seorang Itali,jadi selalu ada nada-nada melodius atau romantik yang secara naluriah keluar.
Q : Kalo boleh tau apakah ada lagu yang sifatnya personal ?
A : Ada beberapa diantaranya adalah Take Away My Pain yang ada di album “Falling Into Infinity”.Lagu ini saya tulis setelah ayah saya meninggal dunia tahun 1996.
Q : Apakah anda menulis lagu cinta juga ?
A : Iya tapi tidak dalam lirik-lirik yang tipikal.
Q : Apakah ada lagu favorit anda yang paling anda sukai ?
A : Hmmmm….saya suka lagu In Your Eyes dari Peter Gabriel.Saya suka cara Peter Gabriel menulis lirik.Sangat inspiratif.
Q : Apakah anda suka membaca buku sebagai inspirasi menulis lirik ?
A : Saya jarang baca buku.Tema atau lirik yang saya jadikan lagu biasanya muncul dari peristiwa-peristiwa yang saya alami.Saya bukan Neil Peart yang banyak mengangkat tema dari buku ke dalam lagu ha ha ha ha

Sambil memegang vinyl Dream Theater Images And Words (Foto Denny Sakrie)

Sambil memegang vinyl Dream Theater Images And Words (Foto Denny Sakrie)

Peter Gontha dan Jazz

Posted: Agustus 2, 2014 in Wawancara

Jazz memang meronai sebagian kehidupannya disamping karirnya yang gemilang di dunia bisnis.Lelaki kelahiran Semarang 4 Mei 1948 dengan nama lengkap Peter Frans Gontha ini memiliki banyak julukan.Mulai dari “Rupert Murdoch Indonesia”,lantaran pernah menggeluti dan membawahi berbagai media.Juga kerap dijuluki “Donald Trump Indonesia”,karena tampil sebagai bos atau CEO pada sebuah tayangan reality show “The Apprentice Indonesia” seperti yang dilakukan Donald Trump pada “The Apprentice” hingga “The Godftaher Of Jazz”.

PFG, demikian kerap ia dipanggil,pernah membentuk grup jazz tendensius Bhaskara di paruh dasawarsa 80-an, aktif mengirim berbagai grup jazz Indonesia ke perhelatan jazz dunia North Sea Jazz Festival di Belanda sejak tahun 1985 .Termasuk juga ikut mendanai Jak Jazz Festival pada era 90-an, mendirikan klub jazz Jamz di Jakarta,Bandung dan Surabaya. Peter Gontha yang terampil bermain piano ini bahkan sempat menulis komposisi jazz pada album Bhaskara.Peter pun sempat merilis album solo bertajuk “Kolaborasi” di tahun 2001 yang antara lain didukung pemusik jazz Jeff Lorber.Tahun 2013 lalu bersama pemusik jazz Maurice Brown menyanyikan lagu karya Rinto Harahap “Kau Yang Sangat Kusayang” dalam nuansa jazz bossanova dalam album Tribute To Rinto Harahap.

Dan sejak tahun 2005 putera dari pasangan Victor Willem Gontha dan Alice ini sukses menggagas Java Jazz Internasional Festival .Tahun ini Festival Jazz yang kini termasuk terbesar di dunia ini telah memasuki tahun penyelenggaraan yang ke 10.

Selama 189 menit saya berbincang bincang dengan Peter F.Gontha di kediamannya di bilangan Permata Hijau Jakarta Selatan.

Peter Gontha,hidupnya bergelimang jazz (Foto Denny Sakrie)

Peter Gontha,hidupnya bergelimang jazz (Foto Denny Sakrie)

Q : Apa yang mendorong anda membuat Java Jazz Festival  ?

A : Lagi kesel sama dunia.Karena Indonesia dianggap sebagai negara ekstrim,sarang teroris.negara korupsi nomor satu,negara pembabat hutang ,negara terbesar hutangnya.Udah paling jeleklah.

Buat saya, bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia mencoba berantem keluar, jangan berantem kedalam .Kalo kedalam gampang,kita melawan orang-orang kita juga.Negara kita melalui produk seperti Java Jazz saya mau lawan seperti Singapore yang bikin iklan dimana-mana ,datanglah ke Singapore nonton.Nonton Santana,datanglah nonton the Police .Kenapa sih orang semua mesti ke Singapore ,ternyata sekarang kita sudah bisa melihat bahwa kita sebetulnya bukan hanya menjual ini,kita tidak hanya menjual …..tari Serimpi ,Bali.Kita ada mempunyai satu kemampuan untuk melakukan organize

Q : Apakah Java Jazz sudah bisa disejajarkan dengan North Sea Jazz Festival atau Montreaux Jazz Festival ?

A : Saya gak perlu bicara .Denger aja musisi itu ngomong di panggung.

Q : Siapa aja ?

A : Macam macam .Mulai dari Sergio Mendes sampai Take 6 juga Manhattan Transfer.George Duke,Herbie Hancock. Mereka bilang thank you for inviting us………

Q : Mereka senang karena apa ? Apresiasi atau apa ?

A : Pertama mereka apresiasi,karena ternyata mereka baru tahu kalau Indonesia yang jumlah penduduknya no.4 di dunia setelah Cina,India,Amerika.Terbesar lho kita 220 juta penduduk.Amerika 280 juta penduduk .

Kedua,mereka ketemu dengan musisi musisi teman mereka.Terus mereka bilang ini adalah the Mecca of Jazz not only North Sea Jazz.Terus mereka mengatakan juga ketika mereka mendarat di bandara telah diterima dengan Bea Cukai dengan tangan terbuka Kenapa ?.Kita memang kasih tahu ke Bea Cukai,tolong mereka dibantu ,musisi jangan dibikin susah alatnya.Imigrasi juga .Dan disambut dengan senyuman oleh comitte Java Jazz.Banyak smiling people.Smile all over the place.

Ada juga sih yang awalnya merasa perlakuan di Indonesia itu buruk.Tadinya maki maki abis negeri kita. Begitu sampai disini baru dia kaget.Itu isterinya James Ingram Michelle .Begitu pula Diane Warren yang ketakutan karena mendengar di Indonesia banyak yang benci Yahudi.Lalu saya  meminta Goris Mere untuk menyiapkan pasukan seperti pasukan anti teroris untuk menjaga kamar Diane Warren di Borobudur Hotel.Lama-lama Warren merasa risih karena sebetulnya Indonesia aman.Warren lalu bilang ke saya, “Peter ternyata Indonesia tidak seperti yang saya saksikan di CNN ya ?”.

Q : Berarti Java Jazz merupakan pembuktian bahwa Indonesia tidak seperti yang diberitakan pers ?

A : Berlebihan memang.kalau kita selalu dianggap seperti itu .Yang datang kan cuma musisi thok .Jadi yang datang 400 orang .Tapi musisi itu merupakan duta yang luar biasa.Dia akan ngomong pelan pelan .Tapi bukan itu yang menjadikan promosi kalo Indonesia itu aman.Orang kan kalo cuma dengar aja belum tentu percaya.Dia mesti lihat,dia mesti denger.Jadi kita bikin seperti ini nih (sambil menunjuk tumpukan DVD Java Jazz) biayanya ratusan juta .Kita sebetulnya juga membuat DVD promotional .Yang nantinya juga akan dijual.

Q : Kabarnya DVD ini diputar di Jazz Cruise ?

A : Di Jazz Cruise itu ada 2000 penumpang .Gede tuh Jazz Cruise.Saya lalu kerjasama dengan mereka .Disitu kan ada musik dari jam 10 pagi ada music clinic,ada speech,ada performance,ada poolside,ada segala macam selama 7 hari .Udah 2 tahun.Ada Jazz Cruise di Eropah,satu lagi Jazz Cruise di Karibia.Tapi mereka tadinya tidak putar DVD.Lalu saya kasih DVD Java Jazz.Jadi jam 11 malam dalam kamar,orang orang lalu nonton tayangan Java Jazz di televisi.

Q : Mereka nanya gak ?

A : Ya nanya.Di mana belinya ? Dimana Java Jazz ?

The Jazz Cruise adalah sebuah program jazz yang ditawarkan oleh Anita E Berry dalam sebuah perjalanan melintas samudera dengan kapal mewah.Menampilkan sederet pemusik jazz sohor dan legendaris.Salah satu acara yang menarik dalam perjalanan The Jazz Cruise adalah “Conversations With The Stars”,dimana para pemusik melakukan interaksi dengan penumpang Jazz Cruise.

Q : Bagaimana cara anda mengajak pemusik jazz yang terlihat sulit untuk datang ke Indonesia ? Pakai trick seperti apa ?

A : Semuanya dengan trick,termasuk Manhattan Transfer.Kebetulan saya memang banyak berkenalan dengan kalang pemusik jazz.

Q : Jadi sebagian besar pemusik yang tampil di Java Jazz anda sendiri yang menghubungi ?

A : Ya terpaksa.Karena saya memang juga tinggal di Los Angeles dan saya sudah lama kenal mereka.Jadi ada kepercayaaan.Sejak saya bikin Jamz dan mendukung Jak Jazz dulu.Masih ingat gak Lee Ritenour pernah bermain di Jamz selama seminggu.

Jadi gitu caranya.Kita harus persuasive pada mereka.Datanglah ke negeri kita.

Saya undang mereka makan malam di rumah di LA.Ada studio juga disana .Juga semacam teater kecil dengan sound yang bagus.

Artis artis yang pernah main di Java Jazz juga saya undang sebagai apresiasi thank you gitu,Nah si musisi ini lalu bawa musisi ini,bawa musisi itu.Jadi semacam multi level marketing.Member get member ha….ha….ha

Bukan hanya itu,juga ada cara lain.

Q : Apa itu ?

A : Saya juga bikin Temecula Jazz,sebuah acara jazz yang diadakan di Temecula California.Kenapa saya bikin acara itu ? Ya ini trick agar mereka juga mau main di Java Jazz tentunya.Pas mereka usai manggung,lalu saya bagi bagikan dvd Java Jazz.Mereka kaget dan tertarik untuk ke Jakarta.

Temecula Jazz Valley International Jazz Festival adalah festival jazz yang digelar di alam terbuka yang berlokasi di selatan California.Suasana perkebunan anggur merupakan atmosfer yang bersinergi dengan alunan jazz.Beberapa pesohor jazz pernah manggung disini seperti Brian Auger,Horace Silver,Louie Bellson,Monty Alexander,Richie Cole,Dick Berk,Marshall Hawkins dan masih banyak lagi.

Q : Banyak yang bilang anda mengabaikan artis dalam negeri ?

A : Banyak yang tidak tahu.Sebetulnya saya selalu mengangkat artis dalam negeri.Di tahun pertama Java Jazz kita bikin Ruth Sahanaya dengan iringan Jeff Kashiwa.Itu kan gebrakan.Tahun kedua kita bikin Andi Rianto dan Magenta Orchestra.Cuma kita gak bisa langsung bikin Andi Rianto main dengan star yang gede.Andi Rianto kita pasang dulu dengan Michael Lington .Kenapa ? kalau langsung dengan star yang gede,apa Indonesia punya apa dia ?

Q : Jadi kolaborasi semacam itu anda yang arrange ?

A : Iya dan itu ide dari kita.Pada Michael Lington saya bilang you kurang dikenal di Indonesia.Supaya koran Indonesia memuat you di halaman pertama,maka harus bermain dengan pemusik Indonesia.Itulah tricknya.Dan benar Michael Lington dan Andi Rianto muncul di halaman depan koran besar di Indonesia.

Q : Di Java Jazz tahun ini ada banyak big band yang ditampilkan ? Kenapa ?

A : Betul,karena big band itu adalah asal muasal jazz yang bener.Duke Ellington,Count Bassie karena dari situ semuanya.Kebetulan banyak big band dari Indonesia yang juga tampil.Banyak yang masih muda juga.Kita pun menampilkan Ron King.Begitu dvd Ron King di Java Jazz selesai,saya akan kirim ke Wynton Marsalis dan bilang bahwa big band main di Indonesia.Jadi kita mesti manas-manasin orang gitu ha ha ha .Manasin dengan bukti !.Kalo kita cuma ngomong aja…..susah .

Q : Dampak lain Java Jazz ?

A : Ada.Waktu Java Jazz tahun kedua saya dipilih menjadi Ketua Asosiasi Jazz Asia.Dan ini sebuah kekuatan.Karena kita bisa mengatur mereka .Aturnya bagaimana ? Saya ambil musisi ini di Jakarta,kalian pada ikutan deh.Dan semuanya pada ikut sekarang.Al McKay,Lee Ritenour,Harvey Mason dan Pat Martino ,The Manhattan Transfer.Sekarang semua negara-negara di Asia ini ambil artis itu juga.Jadi costnya bisa lebih murah.

Q: Apakah Java Jazz secara bisnis menguntungkan ?

A: Kalau Java Jazz pertama tahun 2005 rugi.Tahun kedua ruginya tambah dikit.Tahun ketiga sudah mulai untung dikit..Tahun ini sih kayaknya oke.

Q : Bagaimana membuat Java Jazz dikunjungi banyak orang bahkan yang tidak ngerti jazz sama sekalib ?

A : Jadi orang itu kan gini…sebelum kita meminang orang kita kan mesti buat enak dia juga.Kita ajak dia makan,kita ajak dia itu.Meminang masyarakat untuk menyenangi musik jazz kan juga ada caranya.Apa sih jazz itu sebenarnya ? Pas liat dvd Montreux Jazz eh yang tampil Fleetwood Mac,bukan grup jazz..Itu tahun 1977 tuh.Waktu saya ajak Padi main di Java Jazz itu ada alasannya.Tahun 2009 i kita tampilkan Ran.Anak anak kecil pada rame.Dan tahun ini bahkan ada penampilan Agnes Monica. Segala sesuatu tuh ada tricknya Gimana trick menghadirkan pemusik jazz.Juga trick menarik minat penonton ke Java Jazz.

Q :Kenapa anda tertarik jazz dan milih jazz ?

A : Kalo musik pop,kata Harmoko dulu ,dia bilang musik nangis,doyannya hanya cinta dan cinta.Musik rock bawaannya gahar  terus..Musik klasik musik orang tua terlalu serius.Kita ambil jalan tengah.Yang mana ? yang bisa mencakup semuanya.Kayaknya jazz ,udah gak ada lagi yang lain..Bahkan jazz bisa berbaur dengan musik lain, contohnya Jazz Rock.

Q: Apakah karena jazz itu representative kalangan kelas atas ?

A: Kita mesti punya orang yang membaca,mempunyai pendidikan ,sedikit tahu musik,baru dia bias mainin jazz.Itu menurut saya.Makanya big band itu penting .

Q : Bisa gak orang yang semula hanya membebek suka jazz lalu  berubah menjadi penggemar jazz ?

A : Bisa aja.Saya kan pertamakali mendengar jazz dari lagu The Beatles. Yang dijazzkan.Kok jadi enak ya.Akhirnya kan jadi crossover.Musik jazz yang saya suka juga nggak terlalu dalam .Saya tahu Duke Ellington,saya tahu Satin Doll.Tapi yang lainnya saya belum tentu tahu.Keterbatasan saya juga ada.Tapi ada satu hal sebetulnya saya adalah sosok musisi yang gagal

Q : Kenapa ?

A : Karena waktu saya berumur 8 tahun,piano saya dijual karena orangtua saya bangkrut.Guru piano saya adalah Nick Mamahit .

Saya dan Peter Gontha (Foto Denny Sakrie)

Saya dan Peter Gontha (Foto Denny Sakrie)

Q : Waktu itu belajar musik apa ? Klasik atau jazz ?

A : Klasik.Tapi Nick Mamahit dari awal memang sudah dikenal sebagai pianis jazz.Nah,kalau saya sudah jadi musisi yang gagal dan tidak bisa menghibur orang .Orang saya hibur lewat orang lain yang saya suruh main.Saya lalu bentuk Bhaskara, juga bikin Jamz .Klub jazz yang pernah menghadirkan George Duke,Chick Corea, Joe Sample,Ramsey Lewis,Lee Ritenour,Tom Scott and many others.

Q : Apakah orang tua anda juga menyukai musik ?

A : Ayah saya Victor Willem Gontha adalah pemusik jazz walaupun sebetulnya kerja di Shell.Dia peniup trumpet.Tadinya saya berangan angan jadi pemusik seperti ayah.

Q : Setelah gagal bermusik,anda lalu memilih dunia bisnis ?

A : Saya pendidikannya memang bisnis.Juga sains dan computer.Lalu saya kerja di Shell,di Citibank juga kerja di Bambang Tri.Kalau gak ada ini semua ya gak ada Java Jazz.Bahkan Jak Jazz nya Ireng kan yang mendanai juga saya.

Peter Gontha pernah bekerja sebagai awak kapal pesiar Holland American Line.Memperoleh scholarship dari perushaan Shell untuk bidang akuntansi di Praehap Institute (Belanda).Selanjutnya bekerja di Citibank New York City.Lalu menjadi Vice President American Express Band untuk wilayah Asia.

Q : Berapakah  jumlah pengunjung Java Jazz setiap tahunnya  ?

A : Mungkin sekitar 65.000 orang .Tapi tahun berikutnya bertambah menjadi  sekitar 72.000 orang.Itu ketika di Jakarta Conevention Center.Saat kita pindah ke Kemayoran malah bertambah menjadi sekitar 100.000 penonton.

Q : Dibanding pengunjung North Sea Jazz dan Montreaux Jazz ?

A : Kalo North Sea hampir sama dengan Java Jazz.Tapi kalo Montreaux Jazz gak lebih dari 20.000 penonton.

Q : Apakah Java Jazz merangsang pertumbuhan musik jazz di Indonesia ?

A : Mereka itu betul betul berupaya untuk bisa tampil di Java Jazz.Kemarin ada 100 grup jazz yang ngantri ingin main gratis di Java Jazz..

Q : Gratis ?

A : Iya,bayar sendiri,jalan sendiri,bayar transportasi sendiri,bayar hotel sendiri.

Q : Berarti Java Jazz sudah dianggap event yang prestige ya ?

A : Menurut saya begitulah.

Q : Apakah ada yang meleset dari penyelenggaraan Java Jazz selama 4 tahun terakhir ini ?

A : Diluar harapan

Q : Maksudnya

A : Artinya di luar dari yang telah diperkirakan .Saya gak sangka bisa berkembang kayak gini.

Q : Java Jazz banyak didukung dengan instrument musik yang cukup banyak.Bagaimana memanagenya.

A : Kita kasih list ke Yamaha .Acara semacam ini orang kan diendorsed .Si A diendorsed dengan drum merek apa.Oh itu ribet dan ribut.

Q : Gimana mengatasinya ?

A: Ya kita harus menghormati orang yang telah diendorsed.Kalo gak si artis yang diendorsed akan melapor : Wah you punya supplier tuh gak bener !.

Q : Peralatan itu anda bayar ?

A : Peralatan yang dipakai di Java Jazz itu gratis .Karena buat mereka itu adalah promosi.

Anda tahu gak turn over peralatan musik dan sebagainya di Indonesia berapa besar ?

1,2 triliun .Bisa anda bayangkan !

Q : Untuk kedepannya,gimana Java Jazz ini ?

A : Jadi sebuah agenda.Semua yang terlibat sudah pada tahu harus ngapain buat tahun depannya.Java Jazz ada dan tanpa saya harus tetap ada.

Q : Setelah berjalan 10 tahun, kira-kira apa yang belum tercapai dalam Java Jazz ?

(Peter Gontha diam sejenak……)

A : Rasanya semua telah tercapai….ya tinggal melanjutkan dan mempertahankan

 

 

Sample Piringan Hitam Jurang Pemisah produksi Pramaqua 1977 yang dibagikan ke radio-radio swasta (Foto Denny Sakrie)

Sample Piringan Hitam Jurang Pemisah produksi Pramaqua 1977 yang dibagikan ke radio-radio swasta (Foto Denny Sakrie)

bpb_480

Beberapa tahun silam tepatnya tahun 2009, saat itu sebuah label Indonesia Aquarius Musikindo merayakan hari ulang tahunnya yang ke 40.Saya sempat melakukan wawancara panjang dengan pendiri sekaligus pemilik Aquarius yaitu pak Johannes Soerjoko atau yang kerap dipanggil pak Ook. Salah satu bagian yang menarik bagi saya dari serangkaian wawancara panjang itu adalah mengenai munculnya dwi tunggal Yockie-Chrisye di label PramAqua, yaitu kongsi antara radio Prambors dan Aquarius.

Nah berikut ini petikan dari sejumlah wawancara saya dengan pak Ook.Selamat mengikuti !

Inilah tutur kata pak Ook tentang album Jurang Pemisah dan Badai Pasti Berlalu :

Kita merekam album Yockie Jurang Pemisah dengan guest vokal Chrisye ditahun 1977  , setelah album selesai  , kita  pilih lagu jeritan seberang sebagai single nya , lagu bagus , musik dan vokal Chrisye bagus  , liriknya  (!)  memang bukan untuk semua orang karena  lirik nya   berbicara tentang situasi social yang terjadi diwaktu nya  , Pendengar   diminta mendengarkan   jeritan anak anak RMS  di  negeri Belanda ,  James F Sundah  menulis lirik ini karena  terketuk hatinya dengan kejadian diseberang sana di negeri Belanda  dimana  anak anak Maluku warga negara Belanda beraksi , Ya  mereka kembali  lagi  melakukan action  dengan menduduki  KBRI  di summer 1977  ,   setelah sebelumnya tahun lalu  ( 1976)  mereka telah membajak  kereta api di  Groninngen dan juga menduduki sebuah sekolah SD disebuah kota kecil  di Belanda  .  saya tidak keberatan untuk keluar dari lirik  rengekan cinta  gaya Indonesia.Mari  kita coba  menggunakan lirik  kehidupana sosial  di lagu pop negri ini  seperti John Lennon menulis lirik  lagu A Day In The Life yang dikenal dunia .

Alamrhum Tono Sebastian (Prambors Rasisonia) telah melakukan tugasnya untuk bertemu dengan beberapa program director    radio di Jakarta ,  Kita kirim piringan hitam  sample ke  Radio  radio  diseluruh Indonesia  , ternyata  lagu lagu dari album jurang pemisah  kurang mendapat respon  yang baik , tidak terlihat ada signal  permintaan   . Ada  kemungkinan bahwa  radio  kurang suka  atau belum bisa menerima  .  sehingga    sample PH  dimasukan  saja kedalam rack dan tidak pernah diputar( masuk kotak )   , atau ada yang putar tapi memang pasar belum bisa menerimanya . Sulit  untuk memonitor kegiatan radio  swasta diwaktu itu , tidak seperti sekarang kita ada email dan fax  menerima laporan secara rutin .

 Dengan reaksi pasar seperti ini , rilis album ditunda , kita harus jujur mungkin liriknya yang menyentuh kita tapi kurang  menyentuh pendengar lainnya.

 

Ada rencana untuk tambah single ,hanya itu yang kita bisa lakukan  tapi  hal menambah single  setelah album rampung  belum menjadi suatu kebiasaan  di industri kala itu   . Pramaqua masih berhati hati tidak ingin menyinggung perasaan Yockie dengan berkata terus terang  .Saya tidak tahu apakah Tono menyampaikan atau tidak hasil meeting kita  bahwa album ini  kita nilai adalah sebuah album yang bagus,  kita suka  tapi tidak ada keytracknya  .

Chrisye dan Yockie mampir ke kantor Aquarius  , sebelum mereka masuk ke studio  menggarap album Badai  ,  Tono yang memang mangkal di kantor Aquarius  setengah hari  setiap hari kerja nya , karena dia adalah  motornya Pramaqua  yang berhubungan  dengan artis , mengawal produksi nya  dan melakukan persiapan rilis album .

Saya mengambil kesempatan untuk  mempedengarkan lagu Spring Rain dari Bebu Silvetti  kepada  Chrisye  , saya rekam di kaset dan saya berikan kepadanya  dengan pesan , coba deh  Christ  buat lagu ,  dengan pola beat  seperti ini ,   harapan saya Pramaqua akan tambah lagu yang bisa diterima  oleh pasar di dalam album  Jurang . .Tak lama berselang  lahirlah sebuah lagu oleh Chrsiye   berjudul  “Serasa ”  tapi bukan untuk ditambahkan dalam  album Jurang Pemisah melainkan dimasukan kedalam album Badai Pasti Berlalu.

Dari pengalaman Prambors Hits , Pramaqua ingin mengunakan metode yang sama yaitu popularkan dulu lagunya sampai ada  yang request baru kita rilis albumnya  , kita ingin mengkondisikan dulu sebuah Hits dialbum yang akan kita rilis  .

Ternyata keadaan berbicara lain , album  Badai  Pasti Berlalu akhirnya keburu keluar  duluan oleh Irama Mas  dan  dengan spontan  diterima pasar  , sukses besar   bersamaan dengan sukses  filmnya  .Tapi  tetap saja  lagu lagu yang di album Jurang Pemisah  belum terlihat ada  signal  mau diputar oleh Radio    , biasanya jika sebuah album sukses  ,  album sebelumnya atau berikutnya   paling tidak akan terdongkrak dan akan bergerak  salenya  .

Ya apa boleh buat kita sudah harus rilis akhirnya .

 

Bagi saya album Badai Pasti Berlalu ini luar biasa.Tapi ada berapa kejadian  yang berhubungan dengan Pramaqua akan  saya ceritakan . Album ini adalah album  MAGIC   ,  Begitu banyak  orang yang memberi kontribusi tanpa pamrih  . album BAGUS yang patut kita miliki sebagai koleksi album musik kita . Album yang mengubah hidup kita .

Saya pilih lagu  yang menjadi titel film dan album , Badai Pasti Berlalu  , yang dinyanyikan Berlian Hutauruk   adalah  merupakan lagu yang terbaik dari album ini  , tidak bermaksud  mengecilkan Chrisye yang memang telah menoreh sejarah di musik Pop  Indonesia dan  juga untuk dirinya sendiri  . karena Chrisye bernyanyi di album ini merupakan rekaman dia yang terbaik . Jujur , Optimis dan Berani , Tidak kompromi . Persoalan kemudian karena sukses sehingga menjadi menuai Badai itu urusan lain .

 

Kontrak dengan artis pada saat itu adalah sangat sederhana , karena sistim Flat Pay yang dianut , sehingga tidak ada pasal didalam kontrak  yang  mengatur tentang sistim perhitungan dan pembayaran  royalty , demikian juga royalty kepada artis yang ikut menjadi guest star .

Flat Pay  disini  adalah  sebuah pembayaran dimuka   yang  all in right   termasuk mechanical rightnya . Jadi produser atau pimpinan proyek harus bertanggung jawab atas semua biaya atau fee kepada musisi yang memberi kontribusi dalam sebuah proyek . Persoalan disini  bisa menjadi ruwet dan konyol  dikemudian hari  , jika tidak diatur dengan baik .

Juga juga belum ada pasal yang melindungi kepentingan Label yaitu bahwa , artis tidak diperkenankan untuk merekam lagu yang sama dalam kurun waktu tertentu , biasanya  selama  5 tahun  setelah dirilis .

Juga  pasal yang mengatur bahwa artis tidak boleh membuat album lagi ,  tanpa permisi dari label  jika album yang  sebelumnya  ,belum  di rilis dan diberi  waktu minimal 6 bulan setelah rilis untuk melakukan masa promosi  .

 

Yockie  masih beberapa kali mampir ke kantor Pramaqua atau Aquarius di  Jalan Batutulis  untuk bertemu dengan Tono Sebastian .Yockie memang  dekat dengan Tono , ketika album ini sedang dalam penggarapan , sehingga Tono  mengetahui apa yang sedang mereka  kerjakan  , Tono memberi info kepada saya masalah pembuatan album sound track film ini . Saya belum kenal dengan Eros Djarot saat itu , tapi Tono yakin album ini akan jatuh ke Pramaqua , paling tidak distribusi albumnya .

Album digarap di studio yang sama  yaitu  studio Irama Mas milik In Chung  , sehingga Stanley atau Tetem  ( sound engineer )  dan Yockie the produser ( arranger ) sudah lebih mengenal  lagi  sound hasil studio tersebut . Apapun kata  orang  tentang  studio  di Pluit milik  Incung  itu     , adalah  studio  yang telah menghasilkan sound yang terbaik di Jakarta  pada waktu nya  dan studio yang melahirkan  album Badai Pasti Berlalu dan Jurang Pemisah   . Teten the engineer  dan Yokie The Produser   sudah mengenal studio Irama  Mas dengan baik  , melalui   proses  ketika mereka merekam  Musik Santai  dan Jurang Pemisah  untuk Pramaqua .

 “Tone ”  mulai terdengar lebih tepat  , Balance sudah baik  , jadi bukan hanya konsep albumnya Badai Pasti berlalu  saja  yang telah  lebih maju  tapi sound juga  telah lebih maju .  Mana mungkin kita dapat menikmati karya musik yang indah  dengan nyaman tanpa ditunjang   dengan sound yang baik .?

 

 Tono menceritakan kepada saya management produksi Album Badai Pasti Berlau  tidak rapi , karena tidak ada yang  membantu  mengurus  administrasi produksinya . Saya bertanya ke Tono , kenapa mereka tidak ke kita ya , Tono menjawab : Aah paling akhir dia ke kita lagi  kok , siapa sih yang mau  dengan album kaya gitu  !?

Saya tidak tau apakah ketika Eros  Djarot datang ke Pramaqua , dia sudah menawarkan master Badai Pasti Berlalu  ketempat lain .

Kantor Aquarius saat itu sedang dibangun , jadi tempat kita menerima tamu tidaklah tempat yang nyaman untuk berunding ,berdebu dan berisik  . Saat itu Eros  Djarot datang  bersama Titi Qadarsih   .  Eros tau saya rakus dengan musik progresif  jenis  seperti album Badai  ini , dan dia yakin bahwa album ini lebih komersial dibanding Jurang Pemisah , jadi dia yakin dia ada bargaining power yang lebih  , kita duduk dan kita  berunding  berhadap hadapan  , Titi ikut duduk disebelah kanan Eros  , kita duduk dan  besikap seperti pemain Poker profesional  .

Eros Dajrot lalu memberi sample lagu yang sudah jadi , dan memperdengarkan  lagu pertama dengan judul sesuai titel album  “Badai Pasti Berlalu “, ketika saya mendengar  lagu tersebut  yang dinyanyikan oleh Berlian Hutauruk  rahang saya jatuh dan saya tidak sadar sampai  melongo   , bulu ditangan saya berdiri , dan ini  tanda yang jarang timbul , saya merasa  lagu ini dahsyat sekali telah menyentuh sanubari saya , ketika lagu selesai diputar saya langsung jatuh cinta  ,  lagu berikutnya  di putar salah satu lagu yang dinyanyikan oleh  Chrisye , saya tidak ingat lagi lagunya apa  , karena   seluruh sistem  syaraf saya  dan emosi saya sudah tersedot dan ter sihir dengan   lagu Badai Pasti  Berlalu . Saya coba untuk menyembunyikan perasaan saya , orang kita lagi main Poker kok .

 

Saya tidak tau  apakah Eros Djarot  dapat melihat emosi saya ketika itu  tapi  Eros mulai bicara  bisnis  dan minta kondisi sistim royalti  , langsung saya setuju  .Royalty  rate yang diminta untuk  setiap kasetnya Rp 50 ,-  . saya langsung menjawab  OK  .setuju    ( harga ecer kaset waktu itu adalah  Rp 650 ( Maxcell UD ) untuk lagu barat  dan lagu Indonesia   Rp 450 ( Metro ) .

Tapi dia minta biaya penggantian  pembuatan master  , saya setuju   , masternya sebesar 5 juta rupiah , dia bilang masih hutang sewa studio di tempatnya Inchung . padahal  saya dengar dari Tono hutangnya cuma 2 juta rupiah , Wah apa nih maunya Eros .

Langsung saya menjadi    emosi   , karena God Bless saja kita bayar 5 juta  Flat Pay , kok ini biaya rekaman saja sebesar itu  demikian juga  album Jurang Pemisah  kita   keluar biaya keseluruhan nya  kira kira cuma 4 juta saja.

Saya terdiam cukup lama , Eros Dajrot melihat kepada saya  . karena  naluri saya  dalam negosiasi  telah saya persiapkan  sebagai seorang pemain Poker  , sehingga saya terus melakukan sikap dingin untuk melindungi posisi saya , dan inilah kesalahan besar  yang saya buat  .

Saya tanya kepada Eros , tidak salah kamu , Itukan harga FlatPay sebuah album ,  dia cuma  jawab ya begitu terserah mau atau tidak .

Eros ternyata juga main Poker , saya yakin dia tau sistem yang ada , tapi dia coba minta sistem Flat PLUS … royalty  .

Saya jadi kesal dan lepas kontrol , setan mana tau yang mampir kediri saya  , saya lupa Eros datang bersama Titi , langsung saja saya setengah mengusir dengan mengatakan , ya sudah kita tidak usah bicara lagi kalau begitu .  Eros  pun terkejut  tapi dia juga gengsi , diam sebentar  dan berdiri serta langsung pamit , disaat dia melangkah keluar dari kantor Aquarius di Batutulis , disaat itu saya sadar saya telah  kehilangan kesempatan   untuk memilki album Badai  Pasti Berlalu ,  tubuh saya  lemas  ,  saya hanya dapat menyebut Ya TUHAN   apa yang telah  saya perbuat , Apakah KAU tidak mau album ini ada ditempat kita  …………….sisanya adalah history .

 

Eros  Dajrot akchirnya kembali ke Irama Mas dan membuat perjanjian untuk merilis albumnya dengan Inchung  .  Karena Filmnya sudah mau tayang   , saya dengar  Eros minta royalty  sebesar 100 rupiah per kaset  tanpa biaya pengantian master karena hutang dari studio Inchung dianggap lunas  (?!) . Tapi sampai hari ini tidak jelas siapa pemilik masternya , kalau biaya produksi  album  ini dibayarkan oleh Inchung , master ini secara hukum menjadi milik Irama Mas .

Eros kemudian pergi ke Eropah untuk melanjutkan studinya , bisnis dengan Irama Mas dilanjutkan  oleh Chrisye  . Chrisye mengontrol peredaran kaset Badai  Pasti Berlalu dengan melakukan suatu tanda embose  dicover kaset nya , ini  dia lakukan  sendiri  , dia minta info kepada Tono dimana bikin mesin embose yang manual yang biasa dipakai oleh Pramaqua  ,  biasanya  sih yang  memberi tanda di cover kaset adalah  pemilik master yang melakukan  sistim jual label .  Saya tidak tau bagaimana deal yang dilakukan  oleh Eros  dengan Inchung  ,karena belum terbuka dan tinggal menjadi misteri sampai hari ini .

Sistem bisnis  ditahun  70an  masih primitif , kedua  belah pihak yaitu  Artis dan Record company masih belum memilki Understanding yang baik tentang  industri musik  .   Artis dan Label  juga tidak  memilki management yang profesional , semua dilakukan hanya berdasarkan insting saja .Celakanya kalau belum memiliki knowledge yang baik , biasanya  insting  bisa saja  jadi kampunganan dan   tersesat akhirnya .

 

Album ini sukses  , tapi timbul banyak masalah  dikemudian hari .Timbul tuntutan dari Berlian Hutaurul  ke Irama Mas karena merasa belum dibayar fee nya untuk dirilis di kaset . Belum lagi   dari yang lain  yang ikut memberi kontribusi dalam pembuatan nya  ikut mengeluh diabaikan begitu saja . Tapi  musisi dan arranger yang memang tidak umum menerima royalty , tentunya hanya menerima flat pay saja atas kontribusi mereka .

Album yang baik nilai artistiknya dan juga menjadi best seller dipasar , adalah impian setiap label  , dan  sering pada mulanya  tidak terlihat  tanda tanda nya  , Biasanya  tercipta nya pun  secara SPONTAN   tanpa persiapan management  yang baik  . Jika waktu itu dari awal proyek Badai sudah ditata  dengan sistim budget dan dengan  administrasi yang baik mungkin album tersebut tidak jadi seperti apa adanya . Karena pihak  label yang menyandang dana bisa berteriak dengan over budget  dan pemborosan yang dilakukan oleh Eros   , belum lagi jika dihitung kontribusi dari sutradara   Teguh Karya yang jelas tidak sedikit . Kalau saja Eros waktu itu bisa meyakinkan label , bahwa harga master yang diminta adalah pantas , dan dia bisa mendapatkan uang  waktu itu untuk membayar semua hutang hutangnya , hari ini kita  masih bisa menikmati CD nya   dengan versi remastering    uuuuuh uuuh uh .

 

 

 

 

 

Akhirnya Yes,band rock progresif legendaris Inggeris menginjakkan kaki juga di Jakarta 23 April kemarin setelah melakukan konser di Jepang 21 April.Tur konser Yes ini berkaitan dengan promo album terakhir mereka “Fly From Here” yang dirilis Juli 2011.Yes yang terdiri atas Chris Squire (bass,suara latar),Steve Howe (gitar,suara latar),Alan White (drums),Geoffrey Downes (keyboards) dan  Jon Davison (vokalis) merupakan formasi terbaru di tahun 2012 sejak dibentuk di London oleh Chris Squire dan Jon Anderson,sang vokalis yang mundur dari Yes pada tahun 2004.Mereka memang sudah tidak muda lagi,Chris Squire telah berusia 64 tahun ,Alan White berusia 62 tahun,Geoff Downes berusia 59 tahun dan yang paling tua adalah Steve Howe 65 tahun.

Senin 23 April bertempat di Grand Ballroom Ritz Carlton Hotel Pacific Place Jakarta saya sekitar setengah jam  melakukan interview eksklusif dengan kelima personil Yes.

Q : Yes telah memasuki usia 44 tahun,tapi masih tetap eksis.Masih bikin album dan juga masih melakukan tur.Apa yang membuat Yes bisa bertahan sekian lama ?

 

Chris Squire  : Well,mungkin karena Yes itu ibaratnya sebuah keluarga.Meskipun mungkin keluarga bisa terjadi perpisahan tapi yang namanya ikatan batin tak akan pernah lepas.Tetap ada.Yes sejak tahun 1968 hingga sekarang ini telah berkali-kali terjadi pergantian formasi.Tapi nama Yes tetap ada.Yes tetap ada di dunia musik

Alan White : Seingat saya sekitar 18 pemusik keluar masuk,datang dan pergi,berulang ulang kali dalam formasi Yes.Tapi kami tetap tak pernah pecah.

Steve Howe : Saat Jon Anderson sakit di tahun 2004, kami memang cukup lama vakum.Ada 4 tahun Yes vakum tanpa bikin album juga manggung.Tapi kami tetap bermusik.Saya misalnya bersama Geoff Downes kembali menghidupkan Asia di tahun 2006 bersama Carl Palmer dan John Wetton.

Chris Squire : Saya pun mengambil kekosongan waktu Yes dengan reuni bersama band saya sebelum Yes dulu yaitu The Syn  bersama Peter Banks yang pernah jadi gitaris Yes formasi awal .

Alan White : Saya bahkan sempat bikin band baru bersama Geoff Downes dengan nama White he he he……

Q : Apakah ada hikmah dibalik pergeseran personil yang cukup sering ini ?

Chris Squire : Justeru ada progress dalam konsep musik Yes.Setiap masuknya personil baru, masuk pula sound sound baru.Ini justeru memperkaya konsep music Yes.Misalnya ketika Patrick Moraz masuk di tahun 1974 musik Yes jadi agak berubah.Ada yang bilang lebih etnikal.Ada yang bilang ada elemen jazznya.Juga ketika era Trevor Horn dan Geoff Downes masuk di tahun 1980 musik Yes jadi lebih fashionable.Bahkan Yes menjadi band yang lebih pop saat Trevor Rabin masuk di tahun 1983.Penikmat musik Yes jadi lebih bertambah ,tidak hanya itu itu saja.Menurut saya transformasi yang ada dalam Yes menjadikan band ini selalu berubah dan berubah.Jangan jangan perubahan perubahan ini yang membuat Yes tetap bertahan hingga kini.Walupun sebetulnya kami pernah mengalami masa stagnan yang akut.Itu terjadi di awal era 80an dan dipertengahan era 2000an.Tapi masa masa kritis itu toh bisa dilalui juga.

Q : Saya amati ternyata yang banyak berganti adalah divisi keyboards.Kenapa ?

Chris Squire : Mungkin itu kebetulan saja.Tapi iya ya banyak pemain keyboard yang keluar masuk Yes ha ha ha

Geoff Downes : Saya melihat Yes adalah band progresif yang selalu membutuhkan unsure keyboards terutama karena band ini sejak awal memang memilih gaya rock yang lebih simfonik.Sebagai pemain keyboards saya merasa tertantang ketika Yes memilih saya untuk bergabung menggantikan Rick Wakeman di tahun 1980.Seingat saya Yes saat itu mengingankan perubahan dalam direksi musiknya.

Chris Squire : Iya di akhir era 70an,saya serta Alan dan Steve merasa musik Yes stagnan.Terlalu kuno.Lebih lunak dengan tema tema fantasi yang sudah tak sesuai dengan zamannya.Kami ingin sesautu yang lebih heavy dan lugas.Anderson dan Wakeman tetap bertahan dengan warna musik yang lebih melankolia.Akhirnya mereka berdua mundur dari Yes.Itulah kenapa muncul album Drama yang lebih keras dan ngerock

Q Tapi formasi Drama tidak lama.Kenapa ?

Geoff Downes : Trevor Horn lebih suka sebagai orang dibalik layar.Dia lebih cocok jadi produser album ternyata ha ha ha.Dan itu terbukti benar….Dan oh ya seingat saya Chris dan Alan meninggalkan saya dan Steve di Yes.

Steve Howe : Ha ha ha iya betul.Saya dan Geoff kemudian berinisiatif bikin band berskala arena seperti Journey.Muncullah Carl Palmer dari ELP dan John Wetton yang memang malang meliuntang diberbagai band.Kami berempat kemudian melahirkan band Asia….

Chris Squire : Saya lihat Asia sukses.Bener bener band rock yang lebih ngepop dengan jumlah penonton yang melimpah di arena stadium.Ini menggugah saya untuk membentuk band seperti Asia.

Alan White : Kebetulan kami bertemu dengan seorang pemusik berbakat asal Afrika Selatan.Dia itu multi instrumentalis dan juga seorang composer yang bagus.Namanya Trevor Rabin.

Chris Squire : Saya lalu mengajak Tony Kaye,pemain keyboard Yes dulu.Juga mengajak Trevor Horn sebagai produser.Band ini lalu diberinama Cinema.Saya dan Rabin juga menyanyi.Kemudian saat bertemu Jon Anderson disebuah pesta,saya memperdengarkan lagu-lagu baru Cinema dan mengajaknya bergabung.

Alan White : Kita pun sepakat kembali memakai nama Yes.Sedangkan Cinema akhirnya menjadi salah satu judul lagu di album 90125 yang ternyata berhasil sukses secara komersial.

Q : Setelah Jon Anderson mundur karena sakit di tahun 2004,Yes kenapa malah memilih beberapa vokalis dari band band tribute Yes ?

Chris Squire : Itu juga bukan karena disenagaja.Kami melihat Close To The Edge,band Kanada yang selalu membawakan repertoar Yes.Saya suka dengan karakter suara Benoit David si vokalis  bukan karena mirip Jon tapi karena lagu-lagu yang kami bikin tampaknya sesuai dengan karakter vokal Benoit David .

Geoff Downess : Saya pun tertarik dengan karakter vokal David.Sejak saat itu kami lalu berniat merilis album lagi.Kebetulan saya masih memiliki demo lagu “We Can Fly From Here”.Lagu ini saya bikin bersama Trevor Horn saat Yes mengajak kami berdua bergabung di tahun 1980.Lagu ini kami buat dengan gaya Yes yang telah kami bayangkan sejak awal.Tapi lagu ini batal dimasukkan pada album Drama.Saya berdiskusi dengan Chris bagaimana kalau lagu ini digarap ulang dan menjadi tema album terbaru Yes “Fly From Here”.Chris setuju.Penggarapan lagu yang kemudian terdiri atas 5 suites ini juga didukung Trevor Horn yang bertindak sebagai produser album.Sayangnya Benoit David tak bisa lama bergabung dengan Yes karena sakit.Akhirnya kami mencari vokalis baru lagi.

Chris Squire : Muncullah Jon Davison yang ternyata memang penggemar fanatik Yes.Jon ini adalah teman kecil dari drummer Foo Fighter Taylor Hawkins.Jon juga tergabung dalam tribute band Yes bernama Roundabout.Taylor merekomendasikan Jon ke saya.Selain menyanyi Jon juga bermain bass.Tapi jelas saya tidak mengizinkan dia bermain bass di Yes ha ha ha.

Q :  Apa perasaan anda diajak bergabung dalam Yes ?

Jon Davison : Wow…..pastilah saya bahagia.Sejak kecil saya sudah mendengarkan Yes melalui vinyl milik orang tua saya.Siapa yang menduga bahwa saya akhirnya bisa bergabung dengan Yes…..

Q : Apakah anda berusaha mengimitasi suara Jon Anderson saat menyanyikan repertoar Yes bersama Roundabout Band ?

Jon Davison : Saya tidak berusaha untuk mengimitasi suara Anderson.Suara saya memang begini.Tone vokal saya memang mendekati Anderson tapi tidak mirip he he he

Q : Apakah anda terlibat juga dalam penulisan lagu di Yes ?

Jon Davison : Belum tampaknya he he he

Q : Apakah perbedaan antara  Jon Anderson dan Jon Davison ?

Chris Squire : Saya kira perbedaannya adalah Davison jauh lebih muda ha ha ha

Alan White : Bergabungnya Davison menjadikan saya bukan lagi anggota Yes yang termuda ha ha ha.

Q : Apakah yang akan Yes tampilkan dalam konser nanti malam ?

Chris Squire : Well,kami akan membawakan lagu dari album terbaru “Fly From Here” juga repertoar Yes di era 70an hingga 80an

Q : Apakah diantaranya ada Tempus Fugit ? Atau Starship Trooper ?

Chris Squire : Yeah….absolutely !

Thanks to Mamet Budi (photographer)

Image 

Saya termasuk penggemar musik Earth Wind & Fire yang telah saya akrabi sejak akhir era 70an.Dan baru tahun ini berpeluang untuk menyaksikan konsernya,meski kini hanya diperkuat 3 personil aslnya yaitu Verdine White,Ralph Johnson dan Philip Bailey.

Setelah beberapa kali band tribute Earth, Wind & Fire yang menggunakan nama Earth Wind And Fire Experience menggelar konser di Jakarta,baru 28 April lalu Earth Wind & Fire yang asli manggung di Tennis Indoor Jakarta.Saya menemui mereka saat melakukan rehearsing di Tennis Indoor.Jam 17.25 muncullah Verdine White (bass) dan Ralph Johnson (perkusi) menemui saya untuk melakukan interview di belakang panggung.Phillip Bailey dengan alas an menjaga kondisi vokal urung untuk diinterview.

Band soul funk kontemporer yang dibentuk Maurice White pada awal 70an,kini menyisakan 3 personil asli yaitu Phillip Bailey,Verdine White dan Ralph Johnson.Tapi diusia band yang telah memasuki tahun ke 40 ini,Earth Wind and Fire masih tetap bertahan.Mereka masih bikin album dan juga melakukan tur konser.

Apa yang membuat Earth,Wind and Fire bertahan hingga 4 dekade ?

Verdine White : Hmmm…karena passion kami musik.Musik itu jalan yang sudah dianugerahkan Tuhan untuk kami.

Ralph Johnson : Bermain musik adalah takdir kami ha ha ha .

Bagaimana kondisi Earth Wind and Fire tanpa Maurice White ?

Verdine White : Maurice adalah penggagas,mentor dan  inspirator EWF.Sejak dia mundur di tahun 1994 karena kondisi kesehatan.Kami tetap melanjutkan gagasan gagasan yang telah dibuatnya sejak awal 70an.

Ralph Johnson : Sebetulnya waktu kita bersama Maurice justeru lebih sedikit dibanding ketika Maurice telah mundur dari EWF.Kami sekarang ini bahkan siap merilis album baru lagi.

Verdine White : Earth Wind and Fire itu konsepnya diletakkan Maurice,kemudian saya Philip dan Ralph ikut memberikan kontribusi.Itu juga yang membuat warna musik Earth Wind And Fire tak pernah bergeser walaupun kami mengajak beberapa pemusik lain seperti Raphael Shaddiq atau will I.am sebagai produser album. Ada semacam take and give antara kami dengan mereka.Itu juga yang membuat musik EWF tetap aktual.

Apakah ada perubahan dalam arahan musik Earth,Wind & Fire ?

Verdine White : Oh sure.Sejak awal terbentuk hingga sekarang EWF sudah beberapa kali melakukan inkarnasi dalam konsep musik.Di awal 70an EWF lebih ngejazz.Lalu bergeser ke warna soul funk yang lebih kontemporer.Terus mulai memainkan disko.Di awal 80an kami mulai banyak memasukkan elemen elemen musik programming seiring dengan munculnya teknologi MIDI.

Ralph Johnson : Musik EWF memang selalu bernuansa eklektik.Ada soul nya.Ada funk.Ada rock.Dan yang penting kami tidak pernah lari dari roots musik kami : Afrika.

Di panggung Earth Wind & Fire terlihat enerjik.Apa penyebabnya ?

Verdine White : Well,mungkin karena kami itu selalu terbiasa dengan sesuatu yang mengalir.Tak pernah menganggap sebuah masalah jadi beban pikiran.Saya sendiri diluar kegiatan musik malah menjadi instruktur yoga…….Awalnya gak sengaja melihat Yoga dan ternyata Yoga adalah passion saya.Sudah 20n tahun saya aktif dalam Yoga.

Ralph Johnson : Saya malah lebih mencurahkan waktu diluar musik dengan martial arts, termasuk diantaranya adalah menggelutim kung fu.Energi ala beladiri itu kadang terlampiaskan saat manggung.

Kalian terlihat tak ada perubahan dalam penampilan.Wajah kalian dari dulu hingga sekarang nyaris tak berubah.Apa penyebabnya ?.

Verdine White : Penyebabnya adalah musik.Musik menyebabkan kami selalu terlihat muda.Anda pasti gak percaya jika sebetulnya usia saya,Philip dan Ralph itu sudah 60 tahun.

Ralph Johnson : Jika tidak bermain musik,mungkin kami terlihat bagaikan kakek yang tak produktif lagi ha ha ha.

Sampul album Earth Wind and Fire dari dulu hingga sekarang  selalu menampilkan simbol simbol tertentu.Maksudnya apa ?

Verdine White : Semua itu adalah gagasan Maurice yang terinspirasi dengan budaya Mesir kuno hingga astrologi.Simbol simbol itu termasuk nama Earth Wind and Fire sebetulnya adalah pengungkapan aspek-aspek kehidupan.Walaupun Maurice telah mundur ,kami tetap menggunakan simbolisasi itu.

Ralph Johnson : Intinya kami ingin melakukan komunikasi dengan penikmat musik kami.Tak hanya dengan musik yang kami mainkan tapi juga dengan visualisasi simbolisasi itu.

Verdine White : Juga merefleksikan pandangan kami terhadap kehidupan serta alam semesta.Coba simak lirik lagu kami That’s The Way Of The World.

Di telinga saya pun terngiang ngiang lagu That’s The Way of The World nya Earth Wind and Fire :

We’ve come together on this specials day

To sing our messages loud and clear

 

Kaset perdana Warung Kopi Prambors di tahun 1979

Warung Kopi Prambors adalah fenomena dalam industri hiburan negeri ini.Mulai menyeruak dari bilik studio  Radio Prambors yang mangkal dibilangan  Borobudur Menteng Jakarta Pusat.Lalu mendobnrak TVRI ketika tampil di “Terminal Musikal Tempat Anak Muda Mangkal” yang digagas Mus Mualim dan wadyabala Prambors.Lalu bikin 2 album fenomenal lewat label Pramaqua,kongsi antararadio  Prambors dan pencetak kaset barat saat itu  Aquarius.
Berikut ini cuplikan obrolan saya dengan Johannes Soerjoko,pemilik Aquarius perihal grup lawak “intelek” ini :

Denny Sakrie (DS):  Siapa yang anda kenal dari warung Kopi Prambors ?

Johannes Soerjoko (JS) : Dari antara mereka yang saya kenal duluan adalah Rudy Badil , Badil begitu saya panggil dia , adalah adik iparnya kakak nya July Joseph partner saya di gang Kaji ketika Aquarius pertama kali berdiri .

DS : Siapa yang menggagas Warkop masuk rekaman ?

Saya tidak ingat siapa yang memberi idea agar warkop direkam ke kaset untuk diedarkan .
Awal tahun 1979 se bulan sebelum kaset warung kopi di rilis , saya bertemu dengan Temmy untuk membicarakan kemungkinan rilis album Warkop .
Temmy Lesanpura , Dialah yang pada tahun 1973 melahirkan acara Warung Kopi di Radio Prambors . Suatu idea yang genius , dan sejak itu jutaan orang telah dihibur oleh grup Warkop ini , sampai hari ini film s film Warkop masih tampil di layar tv tv swasta kita . suatu tanda karya yang evergreen yang masih digemari .

DS : Boleh tau gak berapa sih bayaran Warkop untuk rekaman album ?

JS : Deal album Warkop pertama sebesar 10 juta rupiah Flat Pay , jumlah yang besar pada zaman nya
Mengingat sebuah album yang produksinya kelas mewah saja ( studio gelora seni ) rata rata biaya nya cuma 5 juta rupiah all in Flat Pay
dan jika ada deal dengan royalty nilai bekisar 50 – 100 rp per kaset .
Kenapa kontrak Warkop lebih besar dari grup lainnya , Karena kondisinya yang lain .
Saat Warung kopi di kontrak Pramaqua , mereka sudah membangun image selama 5 tahun jadi bukan artis baru , mereka sudah masuk katagori artis yang established, Warkop juga telah membuktikan berhasil tampil sukses dimana mana ,acara mereka di radio Prambors sudah ngetop dan selalu ditunggu . mereka sudah punya Brand .
Radio Prambors saat itu memiliki dua ( 2 ) signature produk yaitu LCLR Prambors dan Warung Kopi Prambors .
Metode marketing dan promotion Pramaqua yang selalu ingin mengkondisikan dahulu sebuah single dari album yang akan kita rilis , dengan melihat signal dari radio , telah terpenuhi oleh Warkop waktu itu , malahan signalnya sudah menghasilkan bunyi bel .
Jadi kita yakin , dengan World of Mouth saja , ketika album nya di rilis , sudah bisa lari kencang di pasar . perhitungan juga termasuk biaya pemakaian studio yang tidak akan besar , paling paling satu dua hari karena semua materinya sudah siap ?! ( Pandangan yang ini terbukti kita salah ) .
Saya sangat optimis , Pramaqua sign warung kopi 1 album plus option 1 album , Kita hubungi Alex Kumara untuk menangani proyek rekaman nya .
Materi di kumpulkan dan sudah cukup untuk satu album , Warkop yang saat itu masih formasi yang utuh ( tanpa Rudi Badil ) , yaitu Kasino , Dono , Nanu dan Indro . Ok … ,….. We Go .

Kita masuk studio Gelora Seni , materi yang telah dipersiapkan lalu direkam , hasilnya ……. ……gagal besar !? , terasa steril , mereka tidak berkembang distudio , emosinya dingin , tidak menyentuh …. . Ternyata mereka demam studio
kita juga menghadapi kendala untuk mencari gelak tawa suara penonton yang alamiah untuk dapat mendukung suasana menjadi hidup / Live .

DS : Terus solusinya gimana ?

JS : Ya………. Live itulah yang harus kita lakukan . Saya diskusikan lagi dengan kawan saya Alex Kumara dan dia sependapat , kita harus rekam live .

DS : Gimana caranya ?

JS : Rekaman Live waktu itu bukan lah seperti hari ini dimana station TV memiliki Mobile Remote Recording Studio , dengan Wireless Microphone , peralatan yang kita punya hanya dengan tape Revox A 77 ( prototype homestudio dari pabrik Studer ) , beberapa mic dengan preamp nya , serta mixer kecil . jadi harus cerdik untuk agar suaranya bisa dipakai untuk komersial .
Ada pertunjukan di Palembang , Ok kita berangkat ke Palembang , saya belum pernah ke Palembang sebelumnya , jadi kunjung an pertama ke kota ini .Di Venue tempat Warkop akan tampil , Alex Kumara memasang microphone dibeberapa tempat dan ada yang digantung dengan kawat , acara di rekam dengan pita 1/4 inches (2 track ) dan dengan speed 7,5 .
Pertunjukan dimulai , Warung Kopi in action , ternyata penonton kota Palembang panas sehingga membuat penampilan anak anak Warkop menjadi hidup .Kita dengar hasilnya memuaskan jadilah rekaman Warkop yang pertama .

DS : Setelah album pertama sukses ?

JS : Kita kontrak lagi Warkop pada bulan Agustus 1979 untuk album keduanya kali ini sebesar Rp 25 juta rupiah Flat Pay , Pantas album pertama meledak kok , walaupun faktanya album kedua terjual hanya separuh album pertama .,
Rekaman Live berikutnya di kota Pontianak , saya ikut juga lagi ke Pontianak ,kita melakukan sistim yang sama seperti di Palembang , dugaan kita tidak meleset , Warkop juga sukses besar di Pontianak .

DS : Punya pengalaman menarik tentang Warkop ?

JS : Ada pengalaman yang tidak bisa saya lupakan yaitu ketika kita berkunjung diibu kota KalBar waktu itu , kita naik Merpati Airline dengan pesawat fokker 27 dari Jakarta ke Pontianak , kursi penumpang hanya ada yang disebelah kanan , kursi di sebelah kiri dikosongkan dari depan sampai kebelakang , untuk mengangkut cargo , jadi flight kita adalah two in one , flight (penumpang dan cargo ) tapi aneh nih … cargo nya bukan hanya barang saja yang diangkut tapi juga termasuk ternak , jadi disebelah kiri tempat duduk saya dan Alex ada Kuda … . Oops la ……… gimana kalau kudanya kaget dan ngamuk …………. Unbelievable Man ,

DS Ha….ha….ha terus terus ?

JS : Kita check in di hotel bintang empat , hotel baru yang paling Top waktu itu , lupa nama hotelnya , mewah hotelnya , ketika saya mau mandi dan mengisi bath tub nya , saya terperanjat , kok air nya coklat seperti air teh , ada apa ya , ternyata air di Pontianak semua nya seperti itu , yaitu air yang dari air Gambut , wah kita kurang informasi nih sebagai pengunjung baru yang pertama kali ke Pontianak jadi kena ……..Shock , hari sudah malam , saya malas keluar untuk cari air bersih , achirnya saya terpaksa gosok gigi pakai Coca cola , It.s a real thing , have a coke and smile , Enjoy ….. slogan mereka .
DS : Gimana penjualan album Warkop kedua ini ?

JS : Album nya warung kopi dirilis dan langsung meledak karena telah ditunggu , terjual lebih besar dari kaset albumnya LCLR 77 , LCLR 78 dan album soundtrack Badai Pasti Berlalu waktu itu . Album Warkop terjual 180 ribu kaset hanya dalam 45 hari dan all time sale mendekati 200 ribu unit ( pada waktu itu sale sebesar ini sudah meledak besar , adalah merupakan sale yang terbesar pertama kali untuk Aquarius ) , sale album keduanya juga laku tapi agak menurun terjual diatas 100.ribu kaset .
Memang life cycle dari album lawak seperti Warkop ini sangat pendek umurnya , tidak seperti album lagu lagu pop yang bisa evergreen dan bisa berada dipasar selama bertahun tahun lamanya . Lain dengan album Badai dan LCLR 77, 78 ( album kompilasi ) yang masih bisa dijual setelah belasan tahun dirilis .

DS Saya suka tuh dengan kedua cover Warkop.Kayaknya artistik gitu ?

JS : Itu dibuat sama Lesin.Lesin juga telah membuat sebuah design logo dan cover dengan hasil yang superior , I Love the design Folk ! , Logonya terus dipakai oleh Warkop dalam kurun waktu yang cukup panjang .

DS Setelah 2 album Warkop sukses ?

JS : Hubungan kita dengan Warkop berlanjut , terutama dengan Kasino yang kadang kadang datang untuk berdiskusi dengan kita di Pramaqua ,
Suatu hari di pertengahan tahun 1979 setelah kita merilis album pertama Kasino memberitahukan bahwa the grup mendapat beberapa tawaran untuk main film , dia tanya pendapat kita , kenapa Pramaqua tidak main di bisnis film , Warkop tidak ada relasi nih didunia film , apakah Pramaqua bisa menjadi partnernya untuk cari perusahaan film yang tepat dan asyik diajak kerja sama , Ok kita coba , beri kita waktu .

Lagi mewawancarai Scott Henderson di MU Cafe

“Saya bosan dengan bunyi keyboards,makanya saya lalu bentuk trio yang terdiri atas gitar,bass dan drums” itu yang dicetuskan Scott Henderson ketika ditanyakan kenapa belakangan ini dia lebih banyak tampil dengan format trio.Scott Henderson bersama Travis Carlton (bass) dan Alan Hertz tampil di Hard Rock Café Jakarta 20 Maret 2011.Konser Scott Henderson Trio yang digagas Beyond  Productions ini ditonton banyak gitaris Indonesia mulai dari Mus Mujiono,Baron,Tohpati,Iwan Hasan,Andre Dinuth,Andra dan Stevie Item.

Scott  Henderson  yang kini berusia 57 tahun itu bertutur saat berkolaborasi dengan Chick Corea Elektric Band,Zawinul Syndicate,The Players hingga Tribal Tech ,dia merasa kenyang dengan bunyi-bunyian keyboards.”Disamping itu saya ingin lebih mengeksplorasi permainan gitar saya secara maksimal” ungkapnya sambil tertawa.Scott pun pernah membentuk tro bersama Steve Smith (drums) dan Victor Wooten (bass) dengan nama Vital Tech Tone yang sempat merilis dua album.

Sejak kecil Scott sering mendengar album-album rock hingga soul funk.”Saya menyukai Led Zeppelin,Jimi Hendrix,Jeff Beck hingga James Brown” imbuhnya.”Saya pernah bermain dalam sejumlah band soul dan funk .Uniknya saya sendiri yang berkulit putih”.

Scott lalu mulai menggeluti dunia jazz.”Saya mengagumi Miles Davis dan John Coltrane.Mereak adalah sumber inspirasi saya dalam bermusik” tukas Scott Henderson.

Di era 80-an Scott mulai banyak bermain dalam beberapa proyek music jazz diantaranya Jean Luc Ponty,Chick Corea,Tom Coster dan Jeff Berlin.Di tahun 1983 Scott Henderson membentuk grup fusion “Tribal Tech” bersama pencabik bass Gary Willis

Scott pun mengaku mengagumi gitaris gitaris blues seperti Albert King dan Buddy Guy.Bahkan sejak tahun 1994 Scott Henderson yang humoris ini mulai merilis album dengan atmosfer blues kontemporer bertajuk “Dog Party” yang oleh majalah Guitar Player ditahbiskan sebagai album bblues terbaik tahun 1994.”Blues adalah musik yang terasa sangat personal dan sangat ekspresif” jelas Scott Henderson yang memiliki puteri berusia 17 tahun.

Penampilan Scott Henderson bersama kelompok trionya  di Jakarta merupakan yang kedua kalinya.Bersama

Scott Henderson melintas Jalan Wahid Hasyim (foto Putera Djohan)

kelompok Tribal Tech,Scott Henderson  pertamakali manggung di Jakarta pada tahun 1993.

Denny Sakrie