Majalah musik selalu datang dan pergi.Ada yang pernah berjaya selama satu dekade, ada yang bertahan hingga hari ini.Tapi yang seumur jagung pun banyak.Tapi secara spesisfik majalah berbasis gitar dengan mengandalkan teknik bermain gitar plus akor-akor gitar atau tablatur agaknya selalu ada dalam setiap era.Tak pernah mati.
Di hari kedua tahun baru 2015 mendadak saya jadi teringat dengan majalah gitar terbitan lokal yang pernah mengisi masa-masa SMP dan SMA dulu.Ada dua nama majalah gitar yang kerap menjadi buku putih atau referensi anak muda yang tengah belajar gitar atau yang selalu updating perihal lagu-lagu baru.
Pertama adalah majalah MG yang terbit di Jakarta.Dan yang muncul setelahnya adalah majalah Topchords yang terbit di Salatiga,Jawa Tengah.
Mari kita kembali mundur ke belakang.Mengenang sebuah peristiwa yang rasanya tiada mungkin terlupakan begitu saja.Di tahun 1976 muncul sebuah majalah musik baru
Namanya MG,singkatan dari Musik Gitar.Hadir dengan tagline “musik dengan chord gitar” pada sebelah kanan sampul majalah.Saat itu anak muda se Nusantara sudah diharu birukan oleh majalah Aktuil,yang juga diikuti oleh followernya majalah TOP yang dibangun oleh Remy Sylado,mantan redaksi Aktuil pada tahun 1975.
Saya ingat,tahun 1976 saya baru diterima di bangku SMP.Itu adalah era getol-getolnya terhadap musik.Saat itu benak saya selalu haus informasi mengenai musik dan musik.Beruntunglah anak muda sekarang yang bisa mengupdate hal terbaru sekalipun mengenai perkembangan musik populer melalui internet dan media sosial lainnya yang bertebaran dimana-mana.
Era paruh 70-an itu memang disesaki oleh banjir dan tumpah ruahnya kaset kaset barat ilegal tapi legal yang disodorkan berbagai perekam Barat seperti Perina,Aquarius,Atlantic Record,Saturn,Lolita,BSR dan banyak lagi.Tak pelak lagi remaja Indonesia saat itu memang tengah dininabobokkan oleh budaya pop yang kental nuansa western-nya.Lihatlah berita berita yang dimunculkan Aktuil maupun Top yang didominasi artis musik Barat mulai dari berita hingga poster poster warna warni dalam ukuran besar sebagai bonus majalah.
Ini masih diperkuat lagi dengan gencarnya band-band sohor yang manggung di Jakarta seperti Shocking Blue,Bee Gees,Suzi Quatro hingga puncaknya dengan kehadiuran Deep Purple pada Desember 1975 di stadion Senayan Jakarta.
Riuhnya alam musik populer (rock) di Indonesia saat itu ditambah lagi dengan kehadiran majalh MG yang berkedudukan di Jakarta.
Namun majalah MG sengaja mengambil segmen yang berbeda dengan Aktuil maupun Top.MG malah menyasar target ke perilaku anak muda yang saat itu mulai terjun main gitar atau membentuk band dengan menyuguhkan lagu lagu up to date yang dilengkapi dengan chord gitar.Ini sesuatu yang menarik .Patut dipuji perihal kejelian MG yang diterbitkan oleh Yayasan Penggemar Musik dan Gitar (YPMG) ini yaitu dengan menyediakan sarana berupa chord gitar dari lagu-lagu yang tengah ngetren saat itu.MG pun menyisipkan berita berita terkini perkembangan musik dunia dan tanah air,tidak dalam artikel besar tapi berupa berita singkat.MG pun memberikan bonus poster serta kaset.
Kaset inilah yang mungkij dimaksudkan untuk membantu pembaca mengikuti chord chord yang ditampilkan oleh MG.
Saat itu harga majalah MG dipatok Rp 400.Harga kaset Indonesia saat itu adalah Rp 500 dan kaset Barat antara Rp 600 – Rp 700. Kaset MG sendiri dipatok Rp 600.Penjualan kaset terpisah dengan majalah.
MG memang berhasil merebut simpati anak muda saat itu.MG seperti sarapan kedua para remaja setelah melahap berita-berita musik yang dipaparkan oleh majalah Aktuil.
Memuncaknya ketenaran MG,diikuti dengan munculnya majalah serupa tapi dengan format yang lebih kecil dibanding MC,dengan nama Topchords yang diterbitkan di Salatiga.Seperti halnya MG,Topchord pun merilis kaset juga.
Majalah Topchord mulai terbit pada tahun 1977 dengan ukuran majalah sebesar buku tulis.Seperti halnya MG,lagu-lagu(Barat) yang tercantum dalam majalah Topchord juga direkam dalam kasetnya.Saat itu terjadi persaingan yang ketat antara MG dan Topchord dalam pemilihan lagu-lagu yang ditampilkan setiap edisinya.Bahkan majlah Topchord menurut saya selangkah lebih maju karena menghadirkan apresiasi terhadap lirik lagu yang dibedah oleh Ariel Heryanto.Ulasan Ariel Heryanto ,alumni Universitas Satya Wacana Salatiga ini cukup dalam dan agaknya sangat memahami budaya pop dengan baik.Saya banyak mengambil saripati dari tulisan apresiasi Ariel Heryanto dalam setiap penerbitan majalah Topchord tersebut.
Sebaliknya, salah satu tokoh pencinta musik yang ikut mengasuh majalah MG ini adalah Tim Kantoso yang saat itu kerap dikaitkan dengan komunitas musik jazz.Almarhum Tim Kantoso ini juga yang kerap menulis editorial MG dan selalu ditutup dengan semboyan khasnya “Music as always.MG as always”.MG juga menghadirkan sedikit ulasan mengenai hiruk pikuk dunia musik.
Namanya MG,singkatan dari Musik Gitar.Hadir dengan tagline “musik dengan chord gitar” pada sebelah kanan sampul majalah.Saat itu anak muda se Nusantara sudah diharu birukan oleh majalah Aktuil,yang juga diikuti oleh followernya majalah TOP yang dibangun oleh Remy Sylado,mantan redaksi Aktuil pada tahun 1975.
Saya ingat,tahun 1976 saya baru diterima di bangku SMP.Itu adalah era getol-getolnya terhadap musik.Saat itu benak saya selalu haus informasi mengenai musik dan musik.Beruntunglah anak muda sekarang yang bisa mengupdate hal terbaru sekalipun mengenai perkembangan musik populer melalui internet dan media sosial lainnya yang bertebaran dimana-mana.
Era paruh 70-an itu memang disesaki oleh banjir dan tumpah ruahnya kaset kaset barat ilegal tapi legal yang disodorkan berbagai perekam Barat seperti Perina,Aquarius,Atlantic Record,Saturn,Lolita,BSR dan banyak lagi.Tak pelak lagi remaja Indonesia saat itu memang tengah dininabobokkan oleh budaya pop yang kental nuansa western-nya.Lihatlah berita berita yang dimunculkan Aktuil maupun Top yang didominasi artis musik Barat mulai dari berita hingga poster poster warna warni dalam ukuran besar sebagai bonus majalah.
Ini masih diperkuat lagi dengan gencarnya band-band sohor yang manggung di Jakarta seperti Shocking Blue,Bee Gees,Suzi Quatro hingga puncaknya dengan kehadiuran Deep Purple pada Desember 1975 di stadion Senayan Jakarta.
Riuhnya alam musik populer (rock) di Indonesia saat itu ditambah lagi dengan kehadiran majalh MG yang berkedudukan di Jakarta.
Namun majalah MG sengaja mengambil segmen yang berbeda dengan Aktuil maupun Top.MG malah menyasar target ke perilaku anak muda yang saat itu mulai terjun main gitar atau membentuk band dengan menyuguhkan lagu lagu up to date yang dilengkapi dengan chord gitar.Ini sesuatu yang menarik .Patut dipuji perihal kejelian MG yang diterbitkan oleh Yayasan Penggemar Musik dan Gitar (YPMG) ini yaitu dengan menyediakan sarana berupa chord gitar dari lagu-lagu yang tengah ngetren saat itu.MG pun menyisipkan berita berita terkini perkembangan musik dunia dan tanah air,tidak dalam artikel besar tapi berupa berita singkat.MG pun memberikan bonus poster serta kaset.
Kaset inilah yang mungkij dimaksudkan untuk membantu pembaca mengikuti chord chord yang ditampilkan oleh MG.
Saat itu harga majalah MG dipatok Rp 400.Harga kaset Indonesia saat itu adalah Rp 500 dan kaset Barat antara Rp 600 – Rp 700. Kaset MG sendiri dipatok Rp 600.Penjualan kaset terpisah dengan majalah.
MG memang berhasil merebut simpati anak muda saat itu.MG seperti sarapan kedua para remaja setelah melahap berita-berita musik yang dipaparkan oleh majalah Aktuil.
Memuncaknya ketenaran MG,diikuti dengan munculnya majalah serupa tapi dengan format yang lebih kecil dibanding MC,dengan nama Topchords yang diterbitkan di Salatiga.Seperti halnya MG,Topchord pun merilis kaset juga.
Majalah Topchord mulai terbit pada tahun 1977 dengan ukuran majalah sebesar buku tulis.
Seperti halnyamajalah MG,lagu-lagu(Barat) yang tercantum dalam majalah Topchord juga direkam dalam kasetnya.Saat itu terjadi persaingan yang ketat antara MG dan Topchord dalam pemilihan lagu-lagu yang ditampilkan setiap edisinya.Bahkan majlah Topchord menurut saya selangkah lebih maju karena menghadirkan apresiasi terhadap lirik lagu yang dibedah oleh Ariel Heryanto.Ulasan Ariel Heryanto ,alumni Universitas Satya Wacana Salatiga ini cukup dalam dan agaknya sangat memahami budaya pop dengan baik.Saya banyak mengambil saripati dari tulisan apresiasi Ariel Heryanto dalam setiap penerbitan majalah Topchord tersebut.
Sebaliknya, salah satu tokoh pencinta musik yang ikut mengasuh majalah MG ini adalah Tim Kantoso yang saat itu kerap dikaitkan dengan komunitas musik jazz.Almarhum Tim Kantoso ini juga yang kerap menulis editorial MG dan selalu ditutup dengan semboyan khasnya “Music as always.MG as always”.MG juga menghadirkan sedikit ulasan mengenai hiruk pikuk dunia musik.