Arsip untuk Oktober, 2014

Lagu Happy Birthday dan Hak Cipta

Posted: Oktober 28, 2014 in Opini

“Happy Birthday” adalah lagu paling popular sepanjang masa,karena selalu dinyanyikan siapa saja setiap hari saat perayaan ulang tahun seseorang.Tahukah anda siapa penulis lagu yang liriknya hanya bersikan kalimat happy birthday to you dan disebut oleh Guinnes Book of World Record sebagai lagu paling dikenal disepanjang jaman itu ? .
Lagu ini ditulis oleh seorang guru bernama Patty Smith Hill dan adiknya Mildred Hill pada akhir abad ke 19.Tapi siapa yang menyangka bahwa lagu yang telah melegenda itu masih berada dibawah copyright control,dimana setiap orang yang mau menggunakan lagu tersebut harus membayar lisensi hak cipta.Padahal lagu ini telah memasuki kategori public domain.
Kasus ini muncul beberapa waktu lalu di saat pembuatan film dokumenter tentang sejarah lagu “Happy Birthday” dimana produser film diminta untuk membayar lisensi penggunaan lagu Happy Birthday sebesar $ 1500 yang dipegang oleh publishing Warner/Chappell. .Jika tidak membayar,maka pengguna lagu Happy Birthday akan dikenakan denda pelanggaran hak cipta sebesar $ 150.000.
Peristiwa ini ditulis oleh Eric Gardner dengan tajuk Lawsuit Against Warner/Chappell Music Claims “Happy Birthday” Belongs to Public Domain yang dimuat dalam The Hollywood Reporter edisi Juni 2013, bahwa lagu Happy Birthday ini awalnya ditulis oleh Hill Bersaudara pada tahun 1893 dengan judul “Good Morning To All” dan menjadi popular.Lagu ini memiliki dasar hak cipta karena liriknya diterbitkan dalam sebuah songbook di tahun 1924 serta diterbitkan dalam bentuk aransemen piano pada tahun 1935.Akhirnya lagu Happy Birthday ini mendapat perlindungan hak cipta selama 95 tahun terhitung sejak terdaftar pada tahun 1935.Ini berarti lagu Happy Birthday akan berada dibawah lindungan hak cipta hingga tahun 2030. Sebuah kurun waktu yang sangat panjang.
Dan sebagai lagu paling popular sepanjang masa, Happy Birthday bisa dideretkan sebagai lagu yang paling banyak mengeduk keuntungan dari biaya lisensi hak cipta yang diterapkan terhadap para pengguna lagu tersebut.Bayangkan saja betapa banyak pihak yang kerap menggunakan lagu ini dalam berbagai medium mulai dari rekaman musik,soundtrack film dan kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat kapitalistik.
Jika kita kembali ke masalah yang terjadi di negeri kita , maka akan terlihat bahwa begitu banyak lagu-lagu karya seniman musik yang tidak terdaftar sebagaimana yang berlangsung di mancanegara dalam hal ini Amerika Serikat sebagai contoh utama.Masyarakat kita yang tak pernah perduli dengan pengarsipan dalam pencatatan data-data yang akurat menyebabkan terjadinya kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang terus berlangsung dari dahulu hingga sekarang.Banyak contoh yang bisa kita kemukakan, misalnya tentang lagu Halo Halo Bandung yang sebetulnya ditulis oleh seorang prajurit bernama Tobing, hingga detik ini masih ditulis sebagai karya Ismail Marzuki.

Dalam sebuah buku Pendidikan Kesenian Sekolah Dasar pernah tertera lagu Anging Mamiri adalah karya Ismail Marzuki,padahal penulis lagu tersebut adalah Borra Daeng Ngirate bahkan dibeberapa katalog musik rekaman lagu berbahasa Makassar itu kerap hanya ditulis NN atau lagu tradisional saja. Atau lagu Tuhan karya Sam Bimbo yang sering dikira sebagai karya penyair Taufiq Ismail.Menurut Taufiq Ismail,Yayasan Karya Cipta Indonesia selama beberapa tahun membayar royalty atas lirik lagu Tuhan yang ternyata ditulis oleh Sam Bimbo.Keserampangan dalam pendataan karya-karya musik ini mremang telah mencapai titik kritis.
Saya yakin banyak diantara kita yang tak mengetahui siapa pencipta lagu Happy Birthday yang selalu dinyanyikan dalam perayaan hari ulang tahun itu diseluruh dunia .Namun ternyata lagu ini meski sering dianggap sebagai lagu yang telah memasuki kategori public domain, justru masih berada dibawah lindungan hak cipta.

Aku Ingin – Indra Lesmana

Posted: Oktober 23, 2014 in Tinjau Lagu

Berpulangnya sang ayah,Jack Lesmana pada 17 Juli 1988  – membuat Indra Lesmana seolah kehilangan tokoh panutan.Mungkin karena,selain hubungan ayah dan anak,hubungan secara musikal antara Indra Lesmana dan Jack Lesmana bisa melebihi segalanya.Suasana murung pun masih menyelimuti Indra Lesmana.Terlihat dari beberapa komposisi yang dimainkannya diantaranya ketika jari jemarinya mulai menyentu bilah tuts piano.”Saat itu perasaan hati saya masih agak mellow” cetus Indra Lesmana.

Indra_Lesmana_Aku_Ingin

Di tahun 1989,Indra Lesmana mulai membuat drum pattern pada  drum machine Yamaha RX 5.”Setelah pola drumnya jadi,baru saya memainkan piano merampungkan lagu yang kemudian diberi judul “Aku Ingin” ungkap Indra Lesmana.

Setelah menjadi sebuah komposisi yang utuh ,Indra Lesmana  kemudian merekam lagu ini dalam bentuk demo.”Melodi sudah jadi,tinggal lirik lagu yang belum ada” kata Indra. Seperti biasa Indra lalu meminta bantuan sang kakak Mira Lesmana untuk menyertakan lirik lagunya.”Saya dan Mira lalu berdiskusi dan sepakat menentukan tema lagu itu” imbuhnya lagi.

Setahun berselang,lagu “Aku Ingin” dirilis oleh Union Artis lewat album yang juga diberi judul sama.Lagu ini ternyata berhasil menuai sukses dan menjadi hits besar .Disini Indra Lesmana telah membuktikan kemampuan sebagai pemusik yang bernafas dalam dua kutub musik sekaligus, jazz dan pop.


Tentang Kelelawar Koes Plus

Posted: Oktober 23, 2014 in Tinjau Lagu

kelelawar sayapnya hitam
terbang rendah
ditengah malam
pagi-pagi mereka pulang
dibawa dahan bergantungan

hitam,hitam,hitam

Liriknya sangat sederhana.Mudah dihapal siapapun.Dari gerak gerik kelelawar sang binatang malam mengbemuka sebuah metafora terhadap nilai-nilai kebebasan  yang meluap bagaikan muntahan magma yang tak terhindarkan.Tonny Koeswoyo,leader Koes Plus menggeliat dan seolah terbang melayang,membumbung dengan ekspresi yang raw dan liar .

KoesPlus_DhegDhegPlas-490x367.                                                                                                                                                              

Musiknya berdentam keras.Fill in drum dari Murry menggebu-gebu ,menempel pada riff gitar yang dimainkan oleh Tonny Koeswoyo secara keras pula.Tak pelak lagi,mungkin inilah proto-rock atau garage music yang berkecambah di pelataran musik pop Indonesia di tahun 1969.Di saat pemerintah Orde Baru tengah giat-giatnya membangun mengejar ketinggalan yang tercecer.

Aroma British Invasion jelas tercium disini.Riff dan progresi akor “Jumping Jack Flash” nya The Rolling Stones terasa kuat pada lagu yang mengetengahkan lirik minimalis ini.Ketukan cowbell Murry  pada introduksi lagu mau tak mau mengasosiakan pendengar pada ketukan cowbell Charlie Watts pada “Honky Tonk Woman”.Ah…..lagi lagi The Rolling Stones menyediakan kuala inspirasi bagi band band akhir era 60-an yang siap lepas landas di era 70-an.

Teriakan hingga jeritan Tonny Koeswoyo membuktikan pula bahwa tak satu negara pun yang bisa terlepas dari lilitan epidemik British Invasion.Untungnya Koes Plus menampilkannya dengan dialek Indonesia.Tetap terasa jua jatidirinya.

Banyak lagu lagu karya almarhum Dodo Zakaria yang berhasil dibawakan dengan baik oleh Vina Panduwinata.Begitu kuatnya chemistry antara Dodo Zakaria dan Vina Panduwinata hingga lagu-lagu seperti “Didadaku Ada Kamu” hingga “Kumpul Bocah” akhirnya menjadi semacam lagu signature Vina Panduwinata.Artinya,ketika lagu lagu Vina Panduwinata yang ditulis oleh Dodo Zakaria,dibawakan oleh artis lain akan tidak seekspresif yang dibawakan Vina.Bahkan,ketika lagu seperti “Kumpul Bocah” dibawakan oleh artis lain,maka selalu akan dibayangi oleh penyanyi pendahulunya : Vina.

220px-Vina_-_cinta

“Saya memang sering memperhatikan cara Vina bernyanyi sampai ke tindak tanduknya bahkan dengan siapa dia bergaul.Ini memudahkan saya untuk memberikan lagu yang tepat buat vocal Vina.Saya juga tahu kelemahan Vina dalam bernyanyi.Jadi itulah yang kemudian saya sesuaikan dengan lagu-lagu komposisi saya.Tepatnya saya memang membuat lagu untuk sosok Vina” demikian ungkap Dodo Zakaria di tahun 2006.

Dekatnya Vina dengan anak-anak,membuat lagu “Kumpul Bocah” ini menjadi lebih bernyawa.Vina berhasil menyanyikan lagu ini dengan lentur ,luwes dan tidak mengada ada.Alhasil lagu “Kumpul Bocah” bias menyeruak ke pendengar dalam beragam usia.Bahkan lagu “Kumpul Bocah” ini seolah bersanding dengan lagu anak-anak klasik yang pernah ada.Dodo Zakaria seolah seangkatan dengan Ibu Sud atau AT Mahmud.

 Inginkah kau pergi kesana
Terbang bersama kupu-kupu…
Bermain pelangi

Selamat Datang Presiden Rock N’ Roll

Posted: Oktober 20, 2014 in Opini

Hari ini agaknya merupakan hari penuh sukacita bagi segenap rakyat Indonesia.Pemeo I don’t like Monday tak pantas untuk dgaungkan .Hari ini Presiden kita yang ketujuh dengan penampilan anti hero Ir Djoko Widodo menjadi perbincangan siapa saja, mulai dari atas hingga bawah.Tak hanya di negeri kita tercinta tapi menyeruak hingga ke seantero jagad, dalam berbagai mass media hingga sosial media.Trending topic tereus menerus menyertakan kicauan perihal Djoko Widodo yang akrab dengan panggilan Jokowi. “Orangnya asik,banyak senyum dan apa adanya.Sangat rock n’roll” itu komentar yang meluncur dari banyak orang tentang lelaki Jawa yang menggemari musik keras sejak di bangku SMP dulu. Jokowi kian memikat perhatian anak muda saat mengetahui bahwa Jokowi adalah penikmat musik rock.Kabar ini telah mencuat ketika Jokowi masih menjabat walikota Solo.Dengan cepat,kegemaran terhadap music rock dari seorang pejabat yang lazimnya kaku dan kerap mengutamakan protokoler ini menjadi buah bibir.Semua takjub.Apalagi,memang sosok Jokowi kerap terlihat dalam pelbagai perhelatan rock maupun metal.Jokowi dengan mengenakan kaos band berdasar warna hitam memang terlihat berbeda.Dia tak lagi seorang pejabat yang harus terlihat berwibawa,namun membaur dengan para metalhead di sekitar bibir panggung atau di area festival.Jokowi menampik fasilitas nonton di tempat VVIP. Jelas ini sebuah pemandangan langka bagi siapa saja.

Presiden RI ke 7 Ir Djoko Widodo ak.k.a  Jokowi (Foto Semut Prasidha)

Presiden RI ke 7 Ir Djoko Widodo ak.k.a Jokowi (Foto Semut Prasidha)

Namun ternyata banyak pula yang bertutur nynyir berbalut fitnah bahwa kegemaran dan kecintaan Jokowi terhadap musik rock adalah skenario pencitraan belaka.Fitnah itu berlanjut dengan menyebut bahwa pencitraan peseanan itu dilakukan atas gagasan Stanley Greenberg,sosok yang menjadi konsultan yang memoles sosok Bill Clinton ,presiden Amerika Serikat yang kerap ditampilkan piawai bermain saxophone dalam berbagai kesempatan. Jokowi ,kabarnya,pun dipoles sedemikian rupa oleh Stanley Greenberg sebagai sosok penggemar musik rock sejati.Meskipun pada galibnya seperti yang diketahui masyarakat, sesungguhnya sejak menjabat Walikota ,Jokowi memang kerap terlihat dalam berbagai perhelatan konser rock baik yang berskala lokal maupun internasional.Jokowi terlihat diantara kerumunan penonton konser Lamb Of God,Judas Priest,Sting,Guns N Roses dan Metallica.Di tahun 2012 Jokowi bahkan telah membeli tiket konser Dream Theater, tapi karena harus menjalani rapat yang panjang akhirnya Jokowi batal menyaksikan kepiawaian kelompok prog metal Amerika Serikat Dream Theater.
Sosok Jokowi sebagai seorang metalhead merupakan pemandangan baru di Indonesia maupun dunia,karena tak lazim seorang pejabat menyukai musik rock yang selalu dikaitkan dengan kredo kebebasan dan anti kemapanan.Dan manakala Jokowi keluar sebagai pemenang dalam Pilpres 2014, ucapan selamat pun mulai berdatangan dan berjejal dari para pemusiki rock dunia di jejaring sosial mulai dari facebook hingga twitter seperti Sting,gitaris Guns N Roses Ron Thal,band Arkarna dan banyak lagi.
Apakah Jokowi satu-satunya sosok pemimpin dunia yang gandrung tak terkira terhadap ingar bingar musik rock ?.Ternyata tidak. Jokowi ternyata tak sendirian. Dibelahan dunia sana terbetik kabar bahwa Perdana Menteri Rusia Dmitri Medvedev yang juga menggemari musik rock.
Adapun Band rock yang digemari Perdana Menteri Dimitri Medvedev nyaris sama dengan yang disukai Jokowi yaitu band-band rock yang berasal dari Inggris Raya Black Sabbath,Deep Purple hingga Led Zeppelin. Apabila kita telaah kesamaan selera dalam menggemari musik rock ini mungkin karena keduanya , baik Jokowi maupun Medvedev adalah Generation X yang dilahirkan di era 60an yang kemudian mengisi masa remaja di era 70an dengan musik-musik rock mulai paruh era 60an hingga 70an.
Jokowi dillahirkan pada tahun 1961 ,sementara Dmitri Medvedev di lahirkan pada tahun 1965. Keduanya pun punya tekad yang nyaris sama : memberantas korupsi dan ingin melakukan perubahan.
Sejak duduk di bangku SMP Jokowi kerap terlihat menyambangi markas Ternchem band rock era 70an di Solo diseberang Stadion Manahan Solo .Selama berjam-jam Jokowi terperangah dan terangguk-angguk melihat band Ternchem yang dibentuk oleh drummer Bambang Espe Manahan membawakan lagu-lagu dari band hard rock Inggris Deep Purple.
Dalam buku “Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker” yang ditulis Yon Thayrun,Jokowi bertutur :” “Musik rock adalah kebebasan. Musik rock itu liriknya liar, tegas semangat, dan mampu mendobrak perubahan,”.
Banyak hal-hal baru yang mencuat saat nama Jokowi pada akhirnya menjadi pilihan mutlak rakyat Indonesia yang memang telah begitu lama menantikan kehadiran seorang pemimpin yang tak memiliki jarak dengan rakyatnya.Disamping itu saya selama ini memang menaruh harapan terhadap para pemimpin yang memiliki ketertarikan dan kegemaran terhadap dunia music.Apapun genre dan subgenrenya .Sebagai cabang seni yang merepresentasikan ekspresi, musik boleh jadi akan menginspirasi para pemimpin dalam menjalankan konsep dan pola kepimpinannya.Musik bisa menjadi jembatan sugestif apa saja termasuk dalam pengambilan keputusan.
Beberapa presiden Indonesia yang memerintah sebelum Jokowi resmi dilantik sebagai presiden terpilih RI pada 20 Oktober ini juga memiliki keterkaitan dengan musik.Presiden Soekarno yang dengan semangat berkobar hendak membangkitkan supremasi budaya kita adalah seorang pianis dan menggubah lagu “Bersuka Ria” dalam album “Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso” (1965) serta membentuk grup musik The Lensoist dan melakukan muhibah ke beberapa negara.
Ketika berlangsung konfrontasi dengan Malaysia, Bung Karno melalui siaran RRI pernah memainkan lagu “Terang Bulan” untuk menyindir lawan politiknya Perdana Mentero Tengku Abdul Rachman. “Terang Bulan” adalah lagu yang pernah dinyanyikan artis Indonesia Roekiah dalam film “Terang Boelan” yang kemudian diubah menjadi “Negaraku” dengan syair yang
.Presiden Soeharto juga suka music dan mampu memetik gitar. Presiden Gus Dur menyukai musik klasik dan menggemari ratu blues rock Janis Joplin.
Dan yang paling menyita perhatian adalah Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang dimasa pemerintahannya masih sempat meluangkan waktu menulis lagu serta menghasilkan 5 album rekaman.
Susilo Bambang Yudhoyono yang dimasa mudanya pernah menjadi bassist ini kerap menuai kritik karena merilis album begitu banyak dalam kondisi yang tidak tepat. Musik memang milik siapa saja. Entah itu rakyat kecil, alim ulama, politikus, negarawan dan entah siapa lagi. Namuni jika sang pemimpin hanya bernyanyi dan bermain musik, sementara sebahagian rakyatnya masih berkubang dalam kesusahan dan kemelaratan. Apakah masalah bangsa dan Negara bisa pupus terhapus begitu saja hanya dengan bernyanyi ?. Disaat Negara tengah didera berbagai konflik, presiden SBY malah meluncurkan album-album karyanya secara berkesinambungan.
Lalu bagaimana dengan Jokowi yang oleh para penikmat musik metal dikukuhkan sebagai seorang penggemar metal alias metalhead ? Harapan memang banyak digantungkan pada pundak Jokowi sesuai dengan perangai musik rock yang sangat digandrunginya itu : tegas,lugas,tanpa kompromi dan anti kemapanan .Kredo musik rock yang disesaki elemen kebebasan pada akhirnya merupakan elemen dasar untuk mencapai garis perubahan disegala bidang.Perubahan adalah hal yang begitu lama didamba rakyat Indonesia. Selamat bekerja pak Jokowi. Salam Tiga Jari.

Musik dan Presiden

Posted: Oktober 19, 2014 in Opini

Belakangan ini banyak yang berceloteh bahwa kesukaan Jokowi terhadap musik rock adalah skenario pencitraan belaka yang dilakukan Stan Greenberg,sosok yang menjadi konsultan yang memoles sosok Bill Clinton ,presiden Amerika Serikat yang kerap ditampilkan piawai bermain saxophone. Jokowi ,kabarnya,pun dipoles sedemikian rupa oleh Greenberg sebagai sosok penggemar musik rock sejati.Walaupun seperti yang kita ketahui, sesungguhnya sejak menjabat Bupati Solo,Jokowi memang telah sering terlihat dalam berbagai konser rock baik skala lokal maupun internasional.Jokowi terlihat diantara kerumunan penonton konser Lamb Of God,Judas Priest,Sting,Guns N Roses dan Metallica.
Sosok Jokowi sebagai seorang metalhead merupakan pemandangan baru di Indonesia maupun dunia,karena tak lazim seorang pejabat menyukai musik rock yang selalu dikaitkan dengan kredo kebebasan dan anti kemapanan.

Tak heran ketika Jokowi dinyatakan menang dalam Pilpres 2014,ucapan selamat pun berdatangan dari para pemusiki rock dunia di jejaring sosial mulai dari facebook hingga twitter seperti Sting,gitaris Guns N Roses Ron Thal,band Arkarna dan banyak lagi.
Tapi Jokowi tak sendiri,dibelahan dunia sana ada Perdana Menteri Rusia Dmitri Medvedev yang juga menggemari musik rock.Band rock yang digemari Dimitri Medvedev nyaris sama dengan yang disukai Jokowi yaitu Black Sabbath,Deep Purple hingga Led Zeppelin.

Artwork by Iskandar Salim

Artwork by Iskandar Salim

Jika dilihat dari kesamaan selera ini mungkin karena keduanya adalah generasi yang dilahirkan di era 60an yang kemudian mengisi masa remaja di era 70an dengan musik-musik rock 70an.Jokowi lahir tahun 1961 dan Dmitri Medvedev lahir tahun 1965. Keduanya pun punya tekad yang nyaris sama : memberantas korupsi dan ingin melakukan perubahan.
Sejak duduk di bangku SMP Jokowi kerap terlihat menyambangi markas Ternchem band rock era 70an di Solo diseberang Stadion Manahan Solo .Berjam-jam Jokowi terperangah melihat Ternchem membawakan lagu-lagu dari band hard rock Inggris Deep Purple.

Dalam buku “Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker” yang ditulis Yon Thayrun,Jokowi pun berucap :” “Musik rock adalah kebebasan. Musik rock itu liriknya liar, tegas semangat, dan mampu mendobrak perubahan,”.
Tentunya ada sebersit harapan yang menguak saat Jokowi yang menggemari musik rock ini akhirnya terpilih sebagai Presiden. Saya sendiri memang menaruh harapan terhadap para pemimpin yang memiliki ketertarikan pada dunia musik.Sebagai cabang seni yang merepresentasikan ekspresi, musik boleh jadi akan menginspirasi para pemimpin dalam menjalankan konsep dan pola kepimpinannya.
Beberapa presiden Indonesia yang memerintah sebelum Jokowi resmi menjalani tampuk kepemimpinan sebagai presiden terpilih RI pada 22 Oktober ini juga memiliki keterkaitan dengan musik.Presiden Soekarno yang dengan semangat berkobar hendak membangkitkan supremasi budaya kita adalah seorang pianis dan menggubah lagu “Bersuka Ria” dalam album “Mari Bersuka Ria Dengan Irama Lenso” (1965) serta membentuk grup musik The Lensoist dan melakukan muhibah ke beberapa negara. Dua putra Soekarno adalah pemusik,Guntur bermain dalam band Ria Remaja,Aneka Nada dan Kwartet Bintang.Guruh membentuk band G Beat dan The Flower Poetman.Presiden Soeharto juga suka musik,begitupula putrinya Siti Hardiyanti yang berbakat menulis lagu serta Bambang Trihatmojo yang menjadi bassist band The Crabs. Presiden Gus Dur menyukai musik klasik dan menggemari ratu blues rock Janis Joplin.Dan yang paling menyita perhatian adalah Presiden SBY yang dimasa pemerintahannya masih sempat meluangkan waktu menulis lagu serta menghasilkan 5 album rekaman.SBY yang dimasa mudanya pernah menjadi bassist ini kerap menuai kritik karena merilis album begitu banyak dalam kondisi yang tidak tepat.
Lalu bagaimana dengan Jokowi yang oleh para penikmat musik metal dikukuhkan sebagai seorang penggemar metal alias metalhead ? Harapan memang banyak digantungkan pada pundak Jokowi sesuai dengan perangai musik yang digandrungi : tegas,lugas dan anti kemapanan .Selamat bekerja pak Jokowi.Salam Tiga Jari !.
\

Minggu lalu sekelompok mahasiswa Universitas Pelita Harapan angkatan tahun 2013 mendatangi saya untuk meminta komentar tentang sosok pemusik jazz Indonesia legendaris Benny Likumahuwa.Elvina Lie,salah satu dari mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas kampus itu mengatakan bahwa mereka sedang menggarap pembuatan film dokumenter tentang sosok pemusik jazz.”Kami memilih musik jazz,karena film dokumenter tentang musik jazz Indonesia masih sangat kurang”.

Bersama Benny Likumahuwa di Summarecon DigitalCenter 12 Oktober 2014 (Foto Elvina Lie)

Bersama Benny Likumahuwa di Summarecon DigitalCenter 12 Oktober 2014 (Foto Elvina Lie)

Sosok Benny Likumahuwa rasanya memang tepat untuk dijadikan obyek pendokumentasian tentang musik jazz di Indonesia,karena kontribusi yang telah diberikannya termasuk panjang.Ini jika dihitung,saat pertamakali menggeluti musik jazz sejah pertengahan era 60an,di saat rezim Orde Lama tumbang. Benny Likumahuwa,pun tak hanya dikenal sebagai pemusik andal yang nyaris menguasai berbagai alat musik terutama ragam instrumen tiup, tapi Benny juga seorang tutor yang aktif memberikan edukasi jazz, mulai dari tingkat remaja hingga dewasa.

DS2

Kelugasan Benny Likumahuwa tentang pentingnya bermain musik terutama jazz yang harus dibekali pendidikan musik yang menmadai merupakan salah satu bukti kesungguhan Benny Likumahuwa dalam menghasilkan generasi baru dalam musik jazz di negeri ini.

Benny Likumahuwa dilahirkan di Kediri 18 Juni 1946.Seorang multi-instrumentalis yang mampu memainkan instrumen bass,gitar,piano,trombone,saxophone,flute,klarinet hingga trombone.Lelaki berdarah Maluku ini juga pernah tinggal di Ambon pada era 60an.Tahun 1965 Benny Likumahuwa meninggalkan Ambon dan bermukim di Bandung.
Di tahun 1966,Benny Likumahuwa yang juga menguasai teori musik dengan baik mulai bergabung dengan kelompok Crescendo.Ada pergeseran besar yang terjadi pada tahun 1968 manakala Benny Likumahuwa diajak bergabung dalam band rock The Rollies. Benny Likumahuwa lalu melontarkan gagasan untuk menambahkan instrumen tiup dalam formasi The Rollies.Benny lalu mengajarkan cara meniup instrumen tiup pada seluruh personil The Rollies tanpa terkecuali mulai dari Deddy Stanzah sang pendiri The Rollies hingga Delly Djoko Alipin,Tengku Zulfiyan Iskandfar,Iwan Krisnawan,Bangun Sugito serta Bonnie Nurdaya .
Di tahun 1969 The Rollies mulai memasuki industry rekaman dengan merilis sekaligus dua album pada label Pop Sounds di Singapore.Kemampuan Benny Likumahuwa sebagai arranger sangat membekas dalam corak musik The Rollies saat itu terutama ketika The Rollies mulai mengibarkan jatidiri sebagai jazz rock band dengan dominasi horn section seperti Chicago maupun Blood Sweat and Tears..
Di awal 1970an Benny Likumahuwa kerap mondar mandir di beberapa kota Asia Tenggara untuk bermain musik diberbagai klab.Saat itu dia membentuk band bernama The Augersindo yang merupakan akronim dari Australia,German,Singapore dan Indonesia.Karena pendukungnya berasal dari keempat negara tersebut..
Di awal 70an Benny diajak Jack Lesmana bergabung dalam The Indonesian All Stars menggantikan posisi bassist Jopie Chen.Benny Likumahuwa pun bergabung dalam Jack Lesmana Combo.Di era 80an Benny Likumahuwa tergabung dalam Abadi Soesman Jazz Band serta Ireng Maulana All Stars. Benny Likumahuwa juga membentuk kelompok musiknya sendirti yang diberinama Benny Likumahuwa Jazz Connection.

Pengambilan gambar beserta wawancara dan testimoni untuk film dokumenter Benny Likumahuwa ini dimulai sejak hari minggu 12 Oktober di kawasan Sumarecon Digital Center yang berada di wilayah Serpong Tangerang, dimana di kawasan perbelanjaan ini Benny Likumahuwa dan kelompok jazznya yang dilabeli nama Jazz Connection seminggu sekali bermain secara gratis dihadapan pengunjung.

Perjalanan karir Benny Likumahuwa yang panjang,penuh liku dan perjuangan merupakan jal menarik dari materi yang akan dijejalkan kepada publik dalam film dokumenter ini.

DS1

Dengan kian banyaknya upaya mendokumentasikan sejarah maupun kegiatan musik di Indonesia,tentunya tak akan lagi mengaburkan sejarah musik populer di negeri kita.Film dokumenter yang digagas para mahasiswa Universitas Peloita Harapan ini pantas dan patut diikuti.

Memberdayakan Katalog Lama

Posted: Oktober 13, 2014 in Opini

Ada peristiwa menarik pada rabu 2 Oktober 2014 silam,label tertua di Indonesia Musica Studios untuk pertamakalinya sejak 3 dasawarsa silam kembali merilis album rekaman dalam format piringan hitam atau vinyl untuk album terbaru band d’Masiv bertajuk Hidup Lebih Indah.

Salah satu kios musik di Blok M Square (Foto Rian Ekky P)

Salah satu kios musik di Blok M Square (Foto Rian Ekky P)

Kenapa menarik ? Karena label musik sebesar Musica Studios ditengah merebaknya distribusi musik secara digital, pada akhirnya memiliki keberanian untuk merilis album pop mainstream seperti d’Masiv dalam bentuk piringan hitam sebanyak 500 keping cakram. Dalam catatan saya,major label Sony Music di tahun 2012 telah memulai merilis album Superman Is Dead bertajuk 1997 – 2009 sebanyak 1000 keping cakram.
Memang banyak yang menyangsikan rilisan vinyl ini akan mendapat respon yang bagus dari masyarakat penikmat musik, disaat penjualan fisik seperti CD menurun bahkan format kaset yang telah lama hilang. Namun label-label besar seperti Sony Music atau Musica Studios tetap melakukannya.Semuanya,baik Superman Is Dead maupun d’Masiv,justru yang mengusulkan pada label masing masing untuk dibuatkan rilisan album mereka dalam format vinyl. Bisa jadi mereka terinspirasi dengan gerakan “back to vinyl” yang tengah merebak di Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya.

Dan pihak label menyikapi hal ini sebagai test case terhadap respon masyarakat terhadap format yang pernah Berjaya pada beberapa dasawarsa silam. Jika ditilik secara seksama ,momentumnya memang tepat.Kerinduan akan format fisik seperti vinyl memang tengah melanda dunia walau tidak dengan skala yang sensasional.
Di Amerika Serikat, tercatat sekitar 4 tahun terakhir penjualan format vinyl naik 300 persen dengan penjualan di tahun 2006 sebesar 858.000, menjadi 2,5 juta di tahun 2009. Menurut data Nielsen SoundScan, pada tahun 2010, penjualan vinyl berkisar 2,8 juta keping .
Bahkan jika melongok data pada Juni 2011 penjualan vinyl mencapai 40 persen melebihi tahun sebelumnya.
Indrawati Widjaja, pemilik Musica Studios, setelah merestui merilis album terbaru d’Masiv dalam format vinyl, kini telah mencangkan rencana untuk merilis katalog-katalog lama (back catalog) yang pernah dirilis Musica Studios pada era 70an dan 80an seperti album karya Guruh Sukarno Putra,Iwan Fals,Chrisye dan Harry Roesli. Ini sebuah upaya yang pantas didukung,mengingat begitu banyak karya-karya seniman musik Indonesia yang dimasa lalu menjadi landmark perjalanan musik popular di Indonesia menjadi punah begitu saja. Pencapaian musik dimasa lalu sepatutnya diberdayakan kembali dalam bentuk fisik seperti vinyl.
Karena vinyl dengan kemasan art work yang menampilkan cover beserta liner note dan detil data musik bisa dianggap memiliki sifat yang sama dengan buku atau karya senirupa lainnya yang mampu merefleksikan sekaligus merekam sejarah budaya popular di suatu masa. Karena musik sebagai sejarah budaya populer tak hanya dinikmati sebagai produk bunyi saja tanpa bentuk fisik yang memadai seperti halnya vinyl atau piringan hitam.
Upaya merilis katalog-katalog lama dalam bentuk vinyl bukan lagi untuk kepentingan nostalgia belaka,melainkan merupakan upaya pengarsipan yang memiliki urgensi.Selama ini sejarah musik popular di Indonesia memang nyaris agak berantakan dengan data-data yang berserakan bagai puzzle yang tercerai berai entah kemana.Kita sama sekali tak memiliki data maupun pencatatan yang akurat seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju.
Beberapa label kecil independen seperti Majemuk Records serta Rockpod Record yang kembali merilis ulang (reissue) beberapa katalog lama seperti “Alam Raya” (Abbhama) atau “Gede Chokras” (Sharkmove) merupakan indikasi yang melegakan, karena beberapa tahun belakangan ini justru label-label asing seperti Shadoks Record,Now Again Record,Sublime Frequencies dan Strawberry Rain yang berinisiatif melakukan rilis ulang terhadap album-album seperti Guruh Gipsy,Ariesta Birawa,Sharkmove,AKA dan Kelompok Kampungan serta kompilasi lagu-lagu pop dan rock Indonesia “Those Shocking Shaking Day”.
Dan yang jelas,jika banyak label di Indonesia mulai mengikuti apa yang dirintis Musica Studios,Majemuk Record maupun Rockpod Record , setidaknya ini akan menangkal upaya dari beberapa label mancanegara yang merilis album-album Indonesia tanpa izin resmi alias membajak.

The Rollies edisi Typo

Posted: Oktober 13, 2014 in Kisah, Opini

Banyak hal menarik yang muncul saat mencermati sampul album atau cover album piringan hitam, salah satu diantaranya adalah mengenai salah tulis atau yang kerap kita kenal dengan istilah TYPO.Nah,jika anda perhatikan secara seksama ada dua album dari band asal Bandung The Rollies yang menurut saya memiliki typo.

Ada typo pada judul lagu Gone Are The Songs of Yesterday yang ditulis Gone Are The Days of Yesterday di cover album The Rollies pada tahun 1969 (Foto Denny Sakrie)

Ada typo pada judul lagu Gone Are The Songs of Yesterday yang ditulis Gone Are The Days of Yesterday di cover album The Rollies pada tahun 1969 (Foto Denny Sakrie)

Pertama, adalah album debut The Rollies yang direkam dan dirilis oleh label PopSound Phillips Record di Singapore, dimana dalam salah satu judul lagu yang tercantum pada cover depan tertulis Gone Are The Days Of Yesterday.Seharusnya lagu milik Love Affair yang diremake The Rollies itu judulnya adalah Gone Are The Songs of Yesterday.

Yang kedua, salah tulis atau typo terjadi pada album the Rollies bertajuk Sign of Love yang dirilis oleh label Purnama Record pada tahun 1972 yuang ditulis Sing Of Love..Typo ini jelas bisa mengubah makna, dari makna Tanda Cinta berubah menjadi menyanyikan lagu cinta.

Seharusnya judul album the Rollies ini adalah Sign of Love tapi justeru tertulis Sing Of Love.

Seharusnya judul album the Rollies ini adalah Sign of Love tapi justeru tertulis Sing Of Love.

Tapi konon kabarnya,para kolektor vinyl atau piringan hitam justru memburu album-album yang dipenuhi kata typo ini.Harganya bisa melambung tinggi tak terhingga.

Apakah anda pernah menemui album typo seperti yang saya paparkan diatas ? Let me know.

Tetabuhan Kata Trubadur Jawa

Posted: Oktober 13, 2014 in Opini

Rangkaian kata berbalut rima memiliki gaung yang sama dengan tambur yang ditabuh penuh ekspresi. Kata per kata yang digaungkan memiliki ruh laksana mantra .Tetabuhan kata bisa menjadi penyemangat bahkan bisa menggalang sebuah gerakan.
Dalam olahan musik hip hop bernuansa Jawa seperti yang diumandangkan Kill The DJ bersama Jogja Hip Hop Foundation, barisan kata-kata adalah panglima.Kata-kata menyeruak kedalam pelbagai aspek kehidupan.Seperti halnya derau musik yang ditebar troubadour, maka lagu-lagu yang dibawakan kelompok hip hop asal Yogyakarta ini justru memiliki nafas gugat yang kuat,menyeruak ke sendi-sendi kehidupan mulai dari telusur ke ranah sosial hingga politik sekalipun .Mereka adalah penyaksi yang memberikan kesaksian, baik tentang kebaikan maupun kebathilan.

Tulisan saya ini ada di dalam edisi khusus Rolling Stone Jogja Hip Hop Foundation

Tulisan saya ini ada di dalam edisi khusus Rolling Stone Jogja Hip Hop Foundation

Dalam drama Pilpres RI 2014 yang gegap gempita beberapa waktu lalu,juga menyisakan ruang untuk Jogja Hip Hop Foundation yang digagas Marzuki Mohamad, pemuda bertubuh kurus dengan tampang kebanyakan dan susah untuk dikenali , menggunakan nickname Kill The DJ. Juki,demikian panggilan akrabnya, mencuri perhatian dalam perhelatan Revolusi Mental mendukung pasangan Jokowi – JK yang berlangsung di stadion Gelora Bung Karno Jakarta 5 Juli 2014 Dalam blognya,Juki menulis : .
Bahwa kegembiraan politik yang didengungkan Jokowi yang telah melahirkan gelombang kreatifitas dan aksi simpatik yang bergairah itu, ternyata harus dihadapkan dengan berbagai bentuk kejahatan demokrasi yang berlangsung terus menerus dan sistematis.
Pada akhirnya,Juki bersama Jogja Hiphop Foundation bisa seperti air, yang mengalir dan tumpah kemana-mana.Mereka tak hanya di panggung hiphop menyemaikan hiphop berlatar kultur Jawa, tapi mereka bisa ada di ranah sosial, juga bisa ada di ranah politik sekalipun .Ini juga sekaligus membuktikan bahwa musik bias berdetak maupun berdenyut dalam waktu dan ruang apa pun. Dan Juki memahami hal itu, musik pada akhirnya bagai kemasan muslihat yang mampu mempengaruhi benak kita,mulai dari sekedar memahami hingga melakukan sebuah aksi.
Gagasan dan aksi hiphop Jawa yang dicetuskan Juki ini,pada akhirnya mengingatkan saya pada beberapa sosok pemusik era 70an yang kerap menyusupkan pesan-pesan social maupun politik dalam karya-karyanya di era rezim Soeharto yang represif, mulai dari Harry Roesli,Remy Sylado,Leo Kristi,Gombloh ,Eros Djarot hingga Guruh Sukarno Putra.Jauh sebelum Juki dan kawan-kawan menggunakan bahasa Jawa untuk menyampaikan pesan-pesan dalam lagu-lagu hiphopnya, Gombloh maupun Guruh telah melakukan hal yang sama .Dalam bahasa Jawa,Gombloh menampilkan karya-karyanya yang juga bernuansa gugat dalam album “Sekar Mayang” (Golden Hand 1981) yang antara lain berisikan lagu-lagu seperti Prahoro & Prahoro,Babad Dharmawulan,Sabdo & Wejangan atau Sekaring Jagad.Guruh Sukarno Putra menggunakan bahasa Bali dan Sansekerta dalam lagu Chopin Larung yang temanya menggugat budaya bangsa yang tercemar modernisasi di Bali. Jauh sebelum Juki dan Jogja Hiphop Foundation membuat lagu-lagu tentang korupsi, Harry Roesli telah menulis lagu “Fraksi Pencuri” dan Eros Djarot telah menulis lagu “Negara Kita” dan “Negeriku Cintaku”.
Kehadiran Juki dalam konstelasi musik jaman sekarang memang seperti mewarisi gemerutuk gugat dari para pendahulunya yang saya paparkan diatas tadi.Bahkan Juki pun melakukan hal yang sama dengan para pelaku musik masa lalu yaitu melakukan adaptasi musik luar hingga berubah menjadi musik bernuansa khas Indonesia.Harry Roesli bereksperimen memadukan rock dan jazz dalam karawaitan Jawa Barat atau Guruh Gipsy menyatukan musik Bali dan rock .progresif .Langkah kreatif ini pada akhirnya seperti warisan turun-temurun.
Energi Juki bersama Jogja Hiphop Foundation seperti tak ada habis-habisnya. Selain mendukung Revolusi Mental lewat pertunjukan musik spekatuler di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, sosok Juki juga terlihat dalam Konser Amal Untuk Solidaritas Palestina, juga ikut mendukung
Konser Amal Gugur Gunung Untuk Sinabung.Mereka pun terlihat dalam Sidang rakyat Yogyakarta yang menentang Rancangan Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta oleh Pemerintah Pusat ,13 Desember 2010.
Gagasan Juki membentuk Jogja Hiphop Foundation rasanya memang tak sekedar ingin tampil beda saja.Dalam sebuah tulisan Juki pernah bertutur :” Sebuah mimpi yang terlintas di benak saya ketika pertama kali mendirikan Jogja Hip Hop Foundation 2003, adalah bagaimana membantu aktivitas rapper-rapper berbahasa Jawa, mencoba membuka pikiran dan wawasan komunitas ini lebih luas, untuk semakin sadar tentang pilihan dan resiko, sekaligus benefit yang bisa diraih.”

Keberadaan hip hop Jawa ini lalu diperkuat dengan munculnya Poetry Battle yang digelar pada tahun 2006 dan 2009) dengan Jogja Hip Hop Foundation sebagai penggagas . Peserta ditantang melakukan rapping dengan memakai sajak-sajak Indonesia.Jelas ini merupakan gagasan cemerlang memperkenalkan kembali pada generasi muda tentang sajak-sajak yang sekian lama hilang dari pergaulan budaya.
Saat itu penyair Sindhunata yang karya-karyanya kerap dihiphopkan oleh Jogja Hiphop Foundation sempat berujar bahwa fenomena hip hop yang menggunakan bahasa Jawa ini merupakan wujud kerinduan generasi muda kembali ke akar budayanya.
Meskipun tradisi rap dan hiphop berasal dari Amerika Serikat, Juki malah tak menghiraukan teknik rapping bercengkok Afro American,melainkan lebih menggali kekuatan kultur Jawa yang kental.Kenapa Juki memilih bahasa Jawa ? Secara teknis,menurut Juki, bahasa Indonesia kurang enak untuk dihiphopkan.Bahasa Jawa kerapkali menjadikan bunyi sehari-hari menjadi kata.Bunyi gedubrak,pada akhirnya berubah menjadi kata.
Disisi lain,Juki gemar berpetualang mengumpulkan kitab atau serat Jawa seperti Babad Tanah Jawi,Serat Centhini,Darmogandul maupun Gatholoco.Konon Juki memiliki sekitar 40 kitab berbahasa Jawa.Semuanya dijadikan referensi dalam mengolah kata pada sebagian besar lirik-lirik lagunya.r
Khazanah bertutur Jawa pun memiliki dan mengenal banyak perangai mantra, mulai dari mantra memikat perempuan hingga mantra menidurkan bayi.Mantra memiliki rima yang khas dan kuat.Anasir rima ini memang dekat dengan wujud rapping.
Rima inilah sesungguhnya yang merupakan daya pikat dalam karya-karya yang digurat Juki bersama Jogja Hiphop Foundation.Simak salah satu rima berikut ini :
Petani Tidak Lagi Punya sawah
Anak-anaknya Jadi TKI
Sumber Alam Yang Melimpah
Digadaikan utang luar negeri.
Juki bersama Jogja Hiphop Foundation telah melanglangbuana mulai dari Singapura hingga negara muasal hiphop Amerika Serikat, menyuguhkan musik hiphop.Pada akhirnya genre atau subgenre musik tak lagi memiliki semacam orang biologis, jazz bukan lagi milik kaum kulit hitam,rock bukan lagi milik kaum kulit putih,reggae bukan lagi milik Jamaika bahkan gamelan bukan lagi milik Indonesia, begitupula halnya dengan hiphop.Hiphop juga bisa berasal dari Indonesia.Dan Juki bersama Jogja Hiphop Indonesia adalah lascar yang gigih memperjuangkannya.Dengan hiphop mereka berjuang, bersaksi dan menggugat tentang ketimpangan-ketimpangan yang terjadi disekitar kita.Mereka adalah para trubadur yang pantang mundur.