Arsip untuk September, 2014

Jelas merasa turut berbangga hati lantaran .3 album Indonesia  sekitar 4 tahun silam masuk dalam daftar “AllMusic’s Favorite World Compilations of 2010″

Ketiga album itu adalah “To The So Called Guilties” (Koes Bersaudara).”Dheg Dheg Plas” (Koes Plus) dan “Dara Puspita” (Dara Puspita).

Saya dan David Tarigan bersama bassist Koes Plus Yok Koeswoyo tahun 2009 (Foto Denny Sakrie)

Saya dan David Tarigan bersama bassist Koes Plus Yok Koeswoyo tahun 2009 (Foto Denny Sakrie)

Turut bangga juga,karena saya ikut dalam tim riset rilis ulang album tersebut yang digagas oleh Alan Bishop,pemilik label Sublime Frequencies Record yang berada di Seattle,Amerika Serikat.

Tahun 2009 silam Alan Bishop mengajak saya dan David Tarigan untuk merilis ulang ketiga album yang menjadi landamark musik pop Indonesia di era 60-an itu.Kami bertiga lalu mendatangi satu persatu para pemusik tersebut antara lain Yon Koeswoyo,Yok Koeswoyo hingga Titi Hamzah mewakili Dara Puspita.

Alan Bishop dan Yon Koeswoyo di tahun 2009 (Foto Denny Sakrie)

Alan Bishop dan Yon Koeswoyo di tahun 2009 (Foto Denny Sakrie)

Yang bikin kita miris,ternyata upaya apresiasi seperti ini justeru datang dari orang bukan Indonesia dalam hal ini adalah Alan Bishop.Dan media yang mengapresiasi juga bukan dari media Indonesia.Sungguh sangat ironis.

Dan inilah petikan dari “AllMusic’s Favorite World Compilations of 2010”

 

The AllMusic editors are recapping the year in recordings with well over a dozen posts in which they present their favorites within specific genres and styles. Right now, on the AllMusic Blog, they provide a list of their favorite compilations of international music. Thanks to labels who spared no effort or expense digging up the amazing music that was circling the globe years ago, it was a really exciting year for people who wanted to check out stuff outside the pop/rock mainstream. Check the album pages linked in each post for reviews and samples, and make sure you also check AllMusic Loves 2010 — the editors’ personal lists of albums and tracks — as well as the forthcoming overall feature on new albums and classical releases.

Reissue album debut Koes Plus di tahun 1969 "Dheg Dheg Plas" yang (Melody /Dimita) (Foto Denny Sakrie)

Reissue album debut Koes Plus di tahun 1969 “Dheg Dheg Plas” yang (Melody /Dimita) (Foto Denny Sakrie)

Reissue album Koes Bersaudara "To The So Called The Guilties" (1967) (Foto Denny Sakrie)

Reissue album Koes Bersaudara “To The So Called The Guilties” (1967) (Foto Denny Sakrie)

Dara Puspita – Dara Puspita 1966-1968

Koes Bersaudara – Koes Bersaudara 1967: To the So Called “the Guilties”

Koes Plus – Dheng Dheng Plas/Koes Plus, Vol. 2

Anibal Velasquez y Su Conjunto – Mambo Loco

MST – Angola Soundtrack: The Unique Sound Of Luanda 1968-1976

VA – Afro-Beat Airways: West African Shock Waves (Ghana & Togo 1972-1978)

VA – Brazilian Guitar Fuzz Bananas: Tropicalia Psychedelic Masterpieces 1967-1976

V/A – Dengue Fever Presents: Electric Cambodia

VA – Lagos Disco Inferno

VA – Next Stop… Soweto, Vols. 1-3

VA – Nigeria Afrobeat Special: The New Explosive Sound in 1970s Nigeria

VA – Palenque Palenque: Champeta Criolla & Afro Roots in Colombia 1975-91

V/A – Pomegranates – Persian Pop, Funk, Folk, and Psych Of The 60s & 70s

V/A – Sound of Siam: Leftfield Luk Thung, Jazz & Molam In Thailand 1964-1975

VA – The World Ends: Afro Rock & Psychedelia in 1970s Nigeria

Melacak Jejak Musik Sys NS

Posted: September 23, 2014 in Kisah

Saya ,masih ingat kejadian pada 28 Agustus 2009 ,Sys NS sahabat saya tengah kasak kusuk mengumpulkan kembali  karya-karyanya mulai dari kaset lawak,musik hingga film.
“Iya nih ternyata banyak banget arsip-arsip karya-karya gue di masa lalu hilang.Entah dimana rimbanya.Mungkin waktu pindahan rumah dan lain sebagainya.Udah lupa nyelip dimana” ungkap Sys NS ketika ngopi bareng saya di Plasa Senayan sekitar 5 tahun lalu.

Sys NS dan kaset-kaset yang memuat karya-karyanya (Foto Denny Sakrie)

Sys NS dan kaset-kaset yang memuat karya-karyanya (Foto Denny Sakrie)

“Kenapa tiba-tiba berhasrat ngumpulin lagi ?” pancing saya.

“Ceritanya gini,setiap taping Zona 80 di Metro TV selalu ada saja tuh penonton yang hadir di studio selalu minta kasetnya di tandatangani.Gua kan kaget.Apalagi kaset-kaset Sersan Prambors dan lain-lain yang disodorkan untuk ditandatangani semuanya mulus mulus banget.Gua kan tersentuh.Lah gua sendiri udayh gak nyimpen satu pun.Akhirnya kan gua minta elu untuk ngebantuin gua ngumpulin lagi barang -barang berharga itu” tukas Sys NS lagi.

Sys NS dan kaset-kasetnya (Foto Denny Sakrie)

Sys NS dan kaset-kasetnya (Foto Denny Sakrie)

Ternyata kemampuan seorang Sys NS tak hanya dibidang cuap cuap depan corong radio atau di layar kaca.Diluar dugaan Sys NS juga memiliki bakat bermusik.Silakan simak album debut solo Happy Pretty dari Pretty Sisters yang dirilis Musica Studios 1978,disitu terdapat sebuah lagu karya Sys NS bertajuk “Bukan Elegi”.Aura lagu karya Sys NS itu terdengar mendekati tataran elegen,ketika lagu tersebut diaransemen oleh gitaris bertangan dingin Jopie Reinhard Item.

Kaset fenomenal Breakdance Masuk Kota

Kaset fenomenal Breakdance Masuk Kota

Bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Sersan Prambors Sys NS yang pernah menggagas dan menjadi host acara musik fenomenal RadioShow di TV One,juga menulis beberapa lagu-lagu plesetean  maupun original dalam dua labum lawak Sersan Prambors seperti “Anunya Kamu” (Team Record) dan “Sama Sama Enak ” (JK Record)

Dilain waktu Sys NS juga aktif dengan kelompok komedi bernama Lima Batang yang antara lain didukung Rudi Djamil dan almarhum Gito Rollies.Sys NS memang kerap menggabungkan lakon komedi dengan musik dalam sajian panggung yang seru dan segar.Sys NS juga mengotak atik atawa memplesetkan sebuah lagu India yang cukup terkenal di era 60an melalui soundtrack film.

04

“Masih ada lagi nih….yang gua cari kaset Musik Saya Adalah Saya Yockie….disitu gua baca narasi.”.Apalagi ya ? Oh iya Sersan Prambors “Sama Sama Enak” produksi JK Record.Hebat kan,,,,,ditengah banyaknya penyanyi cewek cantik yang dikontrak JK Record eh….ada grup lawak Sersan Prambors he he he” kata Sys NS berderai tawa.

Sys NS juga ikut terlibat dalam penggarapan album Breakdance Masuk Kota yang menandai tren breakdance yang tengah melanda kota-kota besar Indonesia pada paruh 80an.

Lagu ” Jaman Wis Akhir” Karya Siapa ?

Posted: September 23, 2014 in Opini

Tahun 2009 silam gempa di Tasikmalaya yang berguncang hingga 7,3 Skala Richter dan menebar getaran hingga ke Jakarta dan daerah daerah Jawa Barat memang bagaikan warning dari Yang Kuasa.Disaat kita terlena dan terhipnotis dengan rutinitas duniawi yang hedonistik,tanpa dinyana muncul berbagai “peringatan” dari Sang Pencipta.
Biasanya,dalam beberapa kurun waktu terakhir ini,jika bencana mengemuka seluruh TV selalu memutar lagu “Berita Kepada kawan” nya Ebiet G Ade sebagai illustrasi penayangan berita.tak ketinggalan juga stasiun radio radio swasta selalu menampilkan lagu Ebiet G Ade,yang tercipta di tahun 1978 saat bencana Sinila berlangsung.
Namun,runtutan bencana,tragedi dan pelbagai malapetaka yang seolah terjalin dalam sebuah sekuel itu bergelegak kembali,saya jadi teringat dengan sebuah lagu religi dalam bahasa Jawa bertajuk “Jaman Wis Akhir”.

Jaman wis akhir jaman wis akhir bumine goncang

Akale jungkir Akale jungkir Negarane goncang

Jaman wis akhir jaman wis akhir bumine goncang

Akale jungkir Akale jungkir Negarane goncang

Jaman wis akhir Jaman wis akhir dunane sungsang

Makmume kintir makmume kintir imame ilang

Jaman wis akhir Jaman wis akhir dunane sungsang

Makmume kintir makmume kintir imame ilang

Jaman wis akhir jaman wis akhir langite peteng

Atine peteng atine kafir uripe ngleleng

Jaman wis akhir jaman wis akhir langite peteng

Atine peteng atine kafir uripe ngleleng

Jaman wis akhir jaman wis akhir banjire bandang

Sing mburi mungkir sing mburi mungkir sing ngarep edan

Jaman wis akhir jaman wis akhir banjire bandang

Sing mburi mungkir sing mburi mungkir sing ngarep edan

Album Qasidahan Volume 1 dari Koes Plus

Album Qasidahan Volume 1 dari Koes Plus

Saya tidak tahu secara persis siapakah pencipta lagu ini secara pasti.Di tahun 1974 saat saya masih duduk dibangku kelas V SD,lagu ini mulai terdengar di radio tepat pada saat bulan suci Ramadhan tiba.Pembawa “Jaman Wis Akhir” ini adalah Koes Plus dalam album “Qasidah Vol.1”.Di sampul kasetnya memang tidak tercantum siapa penulis lagunya.
Lalu sekitar tahun 2000-an saya mendengar lagu ini dilantunkan oleh Emha Ainun Nadjib bersama Gamelan Kyai Kanjengnya.Kemudian saya mendengar lagi dalam versi etnik Jawa Rock dari kelompok Genk Kobra di tahun 2002.Disitu tertera penciptanya adalah Je Elsyanto.namun vokalis Genk Kobra ini ternyata hanya memodifikasi lirik lagu “Jaman Wis Akhir“.Dan penulis lagu aslinya pun tak diketahui sama sekali.Ini yang membuat saya penasaran.Apakah lagu ini telah masuk dalam kategori lagu rakyat atau folklore yang tak jelas lagi siapa penciptanya ?
Saya khawatir…..jangan sampai lagu dengan lirik yang seolah menjewer nurani kita ini akan diaku lagi oleh negara tetangga kita yang memiliki hobi mengaku aku karya orang itu.

Dua Penyiar Memuji Deddy Damhudi

Posted: September 23, 2014 in Koleksi, Opini

Ada yang menarik ketika membaca guratan tulisan liner note yang termaktub di cover belakang album debut penyanyi Deddy Damhudi bertajuk Kasih Bersemi yang dirilis perusahaan rekaman Remaco tahun 1968 dengan kode produksi RL-046.Karena liner note nya ditulis oleh dua penyiar radio terdepan saat itu.Mereka adalah Jul Chaidir penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) dan Rusman Pandjaitan a.k.a JT Rusman penyiar radio ABC Australia seksi Indonesia di Melbourne. Kedua penyiar ini juga dianggap penikmat musik yang telaten dalam menyimak karya-karya musik.

LN

Nah mari kita simak isi liner note album Deddy Damhudi,salah satu penyanyi bersuara emas terbaik Indonesia :

Tidak selamanja djalan menudju ketenaran itu merupakan djalan jang lurus lempang,lebar dan rata.Tidak semua penjaji dapat mengalami atau melalui proses jang sama untuk naik ditangga ketenarannja. Djika dibanding kepada Tetty Kadi maka jang dialami Deddy Damhudi pastilah djauh berlainan. Namun djika kita melirik sebentar ke Ernie Djohan djelaslah persamaan djalan jang ditempuh Deddy Damhudi. Sebab baru bertahun-tahun setelah ia muntjul dan membawakan bermacam-macam lagu dan styl,namanya mendjulang tinggi dengan pesatnja. Begitulah kita dapat mempersamakan biduan djangkung dari Bandung ini apabila ingin melihat kemasa depannja. Suaranja jang tinggi liris dan memiliki vibra jang chas itu betul-betul mempesonakan dengan pembawaan jang memang datang dari seorang biduan jang telah masak.

Pengalamannja dibidang pemilihan Bintang Radio Daerah ataupun seluruh Indonesia memang tjukup hebat, karena beberapa kali ia memenangkan kedjuaraan.Uuntuk Daerah ia menangkan kedjuaraan pertama baik dibidang seriosa ataupun hiburan.

Sedangkan dalam kedjuaraan Indonesia,ia pernah mendapat Djuara ke  III .Berdasdarkan bakat,pengalaman ,teknik dan ketekunan jang ia miliki ,kita jakin bahwa kedudukan Deddy Damhudi pada masa depan ,tanpa mendahului ,pastilah masa depan jang baik

Jul Chaidir – JT Rusman

Cover depan album debut Deddy Damhudi (Foto Denny Sakrie)

Cover depan album debut Deddy Damhudi (Foto Denny Sakrie)

Lagu Ini Milik Siapa ?

Posted: September 23, 2014 in Opini

Beberapa waktu lalu saya menyambangi sebuah gerai musik di Plasa Senayan Jakarta.Perhatian saya tertumbuk pada sebuah album bertajuk Symphonic Tales Of Indonesia dari pianis jazz Tjut Nja Deviana yang isinya menginterpretasi ulang lagu-lagu tradisional Indonesia.Sebagian besar lagu yang ditampilkan dalam album tersebut memang tidak menyertakan kredit penciptaan lagu.Karena sebagian besar lagu tradisonal memang tak diketahui siapa pencipta lagunya .Penggagas album ini hanya mencantumkan kode Copyright Control untuk pengganti nama pencipta lagu yang tak diketahui termasuk lagu berbahasa Makassar Anging Mammiri.

MK

Padahal lagu yang sejak dahulu kerap dianggap mewakili kultur Sulawesi Selatan itu sebetulnya pencipta lagunya bukan tidak diketahui.Pencipta lagu Anging Mammiri adalah Borra Daeng Ngirate.Jadi sangat tidak beretika jika karya yang diketahui penciptanya hanya ditulis NN atau Copyright Control saja.Ini menunjukkan perilaku malas dari penggagas album ini mulai dari pemusik hingga label yang merilisnya,untuk memeriksa atau mencari info tentang lagu-lagu yang akan dibawakan dalam sebuah produksi rekaman.Karena tidak semua lagu-lagu yang lazimnya dianggap lagu tradisional itu tak memiliki kredit penciptaan sama sekali.Misalnya lagu Manuk Dadali karya Sambas,Rek Ayo Rek karya Is Haryanto,Tul Jaenak karya Yok Koeswoyo atau Warung Pojok karya H.Abdul Ajib.Seringkali kita menemukan album rekaman yang merilis lagu-lagu yang saya sebut tadi tanpa menyebutkan nama pencipta lagunya sama sekali.Dengan gampang kolom pencipta lagu hanya ditulis NN saja.

Demikian pula dengan para pengelola TV yang seringkali tak menyertakan penulisan nama pencipta lagu.Mereka hanya menuliskan lagu ini dipopulerkan oleh.Contoh lagu Andeca Andeci dipopulerkan oleh Warkop DKI,padahal jika mereka memang mempunyai itikad baik dan mau bersusah payah untuk mencari sumber tentang siapa pencipta lagu tersebut niscaya pasti akan menemukan bahwa lagu Andeca Andeci adalah lagu karya almarhum Oslan Husein yang terdapat dalam soundtrack film Kasih Tak Sampai (1968).
Penulisan nama pencipta lagu dianggap hal remeh yang tak penting oleh kebanyakan para pelaku di dunia hiburan seperti pemusik,perusahaan rekaman,film. TV hingga Karaoke.Memang tak semuanya berperilaku seperti itu.Sheila Timothy produser film Tabularasa yang banyak menggunakan lagu-lagu Indonesia lama era 50an dan 60an bersikukuh mencari informasi mengenai penyanyi,pencipta lagu dan perusahaan rekaman yang terkait pada lagu Iseng Bersama dan Mak Inang Pulau Kampai untuk kemudian meminta izin penggunaan lagu-lagu tersebut dalam filmnya.Tentunya ini sebuah itikad baik yang patut diteladani.Karena seyogyanyalah lagu bukanlah barang yang jatuh begitu saja dari langit tanpa ada yang menciptakan.
Seperti yang kita ketahui, Revisi Undang Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang terdiri atas 19 Bab dan 126 pasaal baru saja disahkan sebagai Undang Undang pada 16 September lalu. Semestinya kita tak lagi serampangan dalam menggunakan karya-karya seni terutama lagu dalam pelbagai keperluan dan kepentingan.Perlindungan hak cipta menjadi sebuah kebutuhan yang mesti diwujudkan. Semoga apa yang termaktub dalam Revisi UU No.19 Tahun 2002 yang baru disaahkan tersebut bisa meningkatkan perlindungan terhadap pemilik hak cipta .

Chrisye 65 tahun

Posted: September 16, 2014 in Opini

Tadi pagi saat Jakarta diterpa kemacetan dengan sengatan mentari yang merebak ,sayup-sayup suara lirih Chrisye menyeruak dari beberapa radio swasta.Mulai lagu dari era paruh 70an hingga awal 90an, bagaikan sebuah retropeksi perjalanan panjang musik Chrisye.Ternyata hari ini 16 September adalah hari kelahiran Chrisye, pemusik dan penyanyi populer Indonesia yang telah merengkuh hampir tiga dekade khazanah musik Indonesia.Jika masih hidup,lelaki bernama Christian Rahadi yang dilahirkan 16 September 1949, hari ini berusia 65 tahun.Dan saya yakin jika Chrisye masih hidup, dia masih tetap eksis dalam gugus musik Indonesia.

chrisye

Kedigdayaannya dalam musik memang tak usah diperdebatkan lagi.Metamorfosa musikal yang ditapaki Chrisye menghadirkan dan mengimbuh pelbagai warna dalam karya-karyanya.Saya kira,elemen-elemen basis itulah yang membuat sosok Chrisye tetap bertahan meski tren telah silih berganti,generasi pun telah berganti estafet. Rasanya,memang jarang para pemusik yang mampu bertahan dalam perubahan iklim bermusik bak pancaroba di Indonesia.Fleksibilitas dan kompromi dalam mengayun langkah musiknya merupakan kunci jawaban kenapa Chrisye bisa bertahan selama itu.
Jika kita tilik, jejak karya Chrisye dalam dunia musik berwarna-warni bak bianglala.Saat bersama Gipsy membawakan era classic rock.Lalu memainkan musik eksperimen east meet west bersama Guruh Gipsy.Selanjutnya mulai berkiprah dalam musik pop dalam berbagai bingkai sesuai tren zaman.
Kehidupan Chrisye hanya diisi oleh musik dan musik. Saya yakin,passion Chrisye terhadap musik menjulang tinggi dibanding ketertarikan-ketertarikan lainnya dalam meniti kehidupan.
Chrisye mulai bermain musik saat tergabung dalam band sekolahan di PSKD Jakarta.Saat itu,menurut penuturan Chrisye semasa hidup,Chrisye memainkan lagu-lagu The Beatles hingga The Rolling Stones.Ketika kemudian Rahadi ayah Chrisye bersama keluarga pindah ke Jalan Pegangsaan BaratNo.12 A Menteng Jakarta, ketertarikan Chrisye terhadap musik kian menjadi-jadi.Pasalnya, dari tetangganya yaitu keluarga Saidi Hasjim Nasution selalu terdengar musik yang riuh bergema.Ternyata putra putra Saidi Hasjim Nasution mulai dari Zulham,Gauri,Keenan,Oding dan Debby Nasution gemar bermain band bersama sahabat-sahabatnya.Salah satu sahabat mereka bernama Pontjo Sutowo putra pejabat Pertamina Ibnu Sutowo ikut bergabung sebagai pemain organ.Anak-anak Menteng tetangga Chrisye itu lalu membentuk band Sabda Nada.Pontjo Sutowo menyediakan fasilitas perangkat band yang mewah dan lengkap.
Antara rumah keluarga Nasution dan keluarga Rahadi dipisah oleh sebuah bangunan pavilliun yang dihuni keluarga Darmaatmadja.Salah satu putera Darmaatmaja,termasuk remaja yang terkena virus musik keluarga Nasution juga .Namanya Barin Darmaatmadja.Pada akhir era 70-an,Barin bermain gitar dan bergabung dalam kelompok Swara Maharddhika Band yang dibentuk Guruh SoekarnoPutera.
Chrisye yang pemalu hanya mengintip dari beranda .Suatu hari Gauri Nasution mengajak Chrisye untuk nongkrong,ngobrol dan memetik gitar akustik.Keduanya lalu melakukan semacam jamming membawakan lagu-lagu instrumental band The Ventures dan The Shadows yang lagi ngetop-ngetopnya pada aruh 60an. ”Saya masih ingat,saya dan Chrisye begiu bersemangat memainkan lagu berjudul ”Apache” walaupun hanya menggunakan gitar akustik.Tapi kami merasa seperti pemusik beneran aja” tutur Gauri Nasution pada saya suatu ketika.
Formasi Sabda Nada kemudian mulai mengalami perubahan.Edi Odek sang pemain bass jatuh sakit dan digantikan oleh Chrisye,sahabat karib Gauri yang tinggal di sebelah kiri rumah keluarga Nasution.Tak lama kemudian Sabda Nada berganti nama menjadi Gipsy.Sejak saat itulah Chrisye mulai kerasukan musik.
Gairah bermain band memang tengah berpusar dengan derasnya.Tumbangnya rezim Orde Lama membuat semangat bermain band pun kian menjadi-jadi bagaikan percikan air yang tumpah ruah kemana-mana.Bermain band,bagi sebahagian besar anak muda termasuk Chrisye seolah sebuah euphoria yang tertunda selama bertahun-tahun.Gipsy mulai menyanyikan The Beatles hingga The Rolling Stones tapi dengan gaya sendiri.”Kata orang band kita punya karakter sendiri” ungkap Chrisye ketika saya wawancara di tahun 1996.

”Saya menyanyikan I Can’t Get NoSatisfaction-nya The Rolling Stones.Saya pun berusaha memalsu suara Mick Jagger” cerita Chrisye dulu.
Memasuki era Orde Baru Gipsy kian berani menyanyikan lagu-lagu Barat yang dulu diharamkan oleh rezim Orde Lama. Gipsy yang didukung oleh Gauri Nasution (gitar),Chrisye (bas),Keenan Nasution (drum),Onan Soesilo (organ),Tammy Daudsyah (saxophone,flute) mulai memainkan berbagai repertoar asing.Umumnya bercorak blues,soul dan rock seperti Wilson Pickett,TheEquals,John Mayall & The Heartbreakers,Sam and Dave,Jimi Hendrix & The Experience,Blond,Jethro Tull,Chicago Transit Authority,The Moody Blues hingga King Crimson.
Walupun masih sebatas band cover version atau membawa karya artis musik mancanegara,namun Gipsy punya kiat dan pendirian yang lain.”Mereka sengaja membawakan lagu lagu yang justeru tak dikenal orang.Bahkan lagu lagu yang dibawakan Gipsy biasanya diarransemen ulang.Jadi tidak sama dengan versi aslinya.Gipsy dalam hal ini menempatkan interpretasi sebagai bagian integral dari kreativitas.
Dalam hal ini Gipsy memang telah memperhitungkan yang namanya sisi kreativitas.Semuanya diolah lagi.Tak hanya dimainkan mentah-mentah.Kelak,filosofi bermusik seperti itulah yang menjadi modal utama Chrisye dalam meniti karir pada industri musik Indonesia.Chrisye adalah penyanyi yang selalu tepat dalam menafsirkan lagu dari siapa saja. Sudah banyak komposer yang menyodorkan berbagai perangai lagu untuk Chrisye, mulai dari Guruh Soekarno Putra, Eros Djarot, Oddie Agam, Rinto Harahap, Dian Pramana Poetra, Adjie Soetama, Younky Soewarno, Andi Mapajalos, Bebi Romeo, Ahmad Dhani, Pongky Jikustik,Naif,Tohpati ,Aryono Huboyo Djati,Bagoes AA dan sederet panjang lainnya. Ketika lagu-lagu ciptaan mereka dinyanyikan Chrisye, atmosfernya lalu berubah menjadi atmosfer Chrisye.
Itu pun terjadi ketika Chrisye dalam album Dekade (2002) membawakan lagu dangdut karya A. Rafiq berjudul Pengalaman Pertama hingga Kisah Kasih di Sekolah dari Obbie Messakh, semuanya meleleh menjadi karakter Chrisye.Suara Chrisye pada akhirnya menjadi sesuatu yang signatural.
Kemampuan menginterpretasikan karya adalah salah satu titik kekuatan Chrisye, di samping timbre vokal yang khas.. Konon, semasa bergabung di Gipsy antara 1969 dan 1973,Chrisye paling sering membawakan repertoar grup brass rock Chicago dan pemusik blues kulit putih John Mayall. Karakter vokalis Peter Cetera dan John Mayall yang mengandalkan napas panjang dalam mendaki lengkingan vokal yang tinggi tampaknya membentuk karakter vokal khas Chrisye yang dikenal banyak orang hingga akhir hayatnya.
Chrisye banyak meninggalkan jejak karya juga teladan bagi para penghibur dalam dunia musik.
Selamat ulang tahun Chrisye.Musikmu masih terus kita kenang.

Saat Memandu Konser Slank

Posted: September 14, 2014 in Kisah

Saya ingin berbagi pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup,yaitu memandu konser Slank.Jelas ini pengalaman yang tak bernilai,mengingat Slank adalah band besar dengan jemaah yang melimpah ruah dari segala ranah.Setidaknya, dalam ingatan saya, ada dua kali konser Slank yang saya pandu.Pertama,di tahun 1991 saat Slank baru saja merilis album debutnya bertajuk Suit Suit He….He…. (1990),mereka menggelar konser untuk pertamakali di Ujung Pandang (sekarang Makassar) yang mengambil tempat di Gedung Kemanunggalan ABRI- Rakyat di Jalan Jenderal Sudirman .

Saat saya memandu talk show dan konser mini Slank di @atamerica lantai 3 Pacific Place Jalan Jenderal Sudirman Jakarta

Saat saya memandu talk show dan konser mini Slank di @atamerica lantai 3 Pacific Place Jalan Jenderal Sudirman Jakarta

Sembilan Tahun Mengenal Sore

Posted: September 14, 2014 in Kisah, Opini

Ternyata telah 9  tahun saya bersahabat dengan band bernama SoreMasih saya ingat ketika David Tarigan ,A & R Aksara Record dan juga produser musik suatu hari mengajak saya keliling Jakarta dengan mobil sedannya.David lalu mengambil CD dan memperdengarkan sebuah rekaman musik dari sebuah band baru.

SOREbaru

Saya terperanjat,ini band mana ? Wow musiknya depth .Pop tapi dengan pemanfaatan akor yang lebih luas.Ada harmonisasi yang membuat saya seolah deja vu.Dibilang rock,kagak,dibilang jazz juga kagak,ini pop yang eklektik agaknya.Akhirnya David Tarigan yang bekerja di Aksara Record memberikan saya album dari band yang namanya unik Sore.Album debutnya bertajuk Centralismo.Lalu saya minta David agar dipertemukan dengan band Sore.Dan diambang sore,saya bersama David akhirnya bersua untuk pertamakali dengan Sore di Plaza Semanggi.Kami ngobrol musik dengan penuh sukacita.Kemudian sekitar selama seminggu saya spinning CD dari Sore, lalu saya memutuskan untuk menulis Sore dimajalah berwibawa Tempo.Tengah Agustus tulisan saya tentang Sore bertajuk “Para Pemuja Masa Silam” dimuat di majalah Tempo.Ini merupakan pertamakali Sore di tulis di media cetak mainstream.Beberapa waktu setelahnya,akhirnya saya juga melihat majalah TIME Asia juga menulis Sore dalam ulasannya.Kini dalam usia 9 tahun,Sore yang tinggal berempat  merilis album baru.Musik mereka masih tetap menggigit,sarat dengan ketidakterdugaan,serta lirik yang kadang majemuk tafsir.

Saat Pertama Nonton Bharata Band

Posted: September 14, 2014 in Kisah, Liputan

Sebetulnya usia Bharata Band itu bisa dianggap sama dengan usioa The Beatles, band Liverpool yang mereka kagumi dan mereka pilih sebagai band yang dijadikan sebagai impersonator.Menurut Tato Bharata,gitaris Bharata,.band yang dibentuknya bersama sauidara-saudara kandungnyta itu terbentuk tahun 1963.Bharata Band juga sempat merasakan tembok penjara di zaman Orde Lama Bung Karno karena kena razzia aparat saat menyanyikan lagu-lagu dari The Beatles seperti halnya yang dialami Kus Bersaudara di tahun 1965.

Bharata Band yang sekian lama vakuum mulai muncul lagi pada tahun 1984 namun dengan menambahkan dua anggota baru yaitu Jelly Tobing (drum) dan Abadi Soesman (gitar,keyboard dan vokal).Kembalinya Bharata Band dalam dunia hiburan panggung pada paruh dasawarsa 80an serta merta mendap[at sambutan hangat luar biasa.Bharata Band lalu mulai tampil dimana-mana dengan jadwal manggung yang luar biasa padat.

Saat itu rasa penasaran saya semakin menggebu membaca berita-berita tentang konser-konser Bharata Band yang membawakan lagu-lagu The Beatles sejak tahun 1984.Sebagai penggemart The Beatles pastilah saya memendam hasrat meluap untuk menyaksikan salah satu tribute band The Beatles terbaik di negeri ini.

Pucuk dicinta ulam tiba, di tahun 1987,saya memetik kabar bahwa Bharata Band akan manggund di Ujung Pandang.Saat itu saya masih bermukim di ibukota provinsi Sulawesi Selatan itu.Saya masih kluliah di Fakultas Ekonomiu Universitas Hasanuddin.Saya pun tak menyia-nyiakan peluang untuk nonton konser  Bharata Band.

Abadi Soesman memprovokasi penonton Bharata Band di Ujung Pandang tahun 1987 (F oto Denny Sakrie)

Abadi Soesman memprovokasi penonton Bharata Band di Ujung Pandang tahun 1987 (F
oto Denny Sakrie)

Bharata Band mel;akukan konser di Gedung Kemanunggalan ABRI & Rakyat di Jalan Jendereal Sudirman Ujung Pandang.Selain nonton,saya ingin menulis  liputan konser Bharata Band ini untuk majalah Vista Jakarta.Saat itu saya memang jadi kontributor atau istilahnya saat itu adfalah koresponden,majalah Vista dari Ujung Pandang..

Saat Jelly Tobing menghajar drum dan muncul introduksi Twist and Shout,aura The Beatles pun merebak di ruang berkapasitas sekitar 1500 penonton itu.Semuanya larut dengan lagu-lagu era awal The Beatles seperti I Saw Her Standing There,She Loves You hingga Oh Darling yang justru dinyanyikan Jelly Tobing.

Konser ini bisa diosebut sukses,komunikasi yang dilakukan Abadi Soesman memang mampu memprovokasi penonton yang semula dingin dan adem ayem merespon penampilan Bharata Band yang tampil sekitar 2 jam tanpa jeda. Sebuah tontonan yang tak terlupakan sepanjang zaman.

Sekitar 28 tahun silam,saya nyaris tak percaya ketika melihat kaset Indra Lesmana “For Earth and Heaven” yang dirilis oleh Alpine Record berada di rak kaset Duta Suara di Jalan Sabang Jakarta.

Cover depan album For EWarth and Heaven - Indra Lesmana (Foto Denny Sakrie)

Cover depan album For EWarth and Heaven – Indra Lesmana (Foto Denny Sakrie)

Apalagi setelah melihat nama-nama pemusik yang tertera dalam sampul kaset merupakan nama-nama mumpuni dalam konstelasi musik jazz seperti almarhum Charlie Haden (bass),Vinnie Colaiuta (drums),Michael Landau (gitar elektrik),Airto Moreira (perkusi) dan masih sederet nama-nama kesohor lainnya.Terbersit kekaguman yang luar biasa terhadap sosok Indra Lesmana yang telah mengharumkan nama bangsa. Tapi sayangnya kaset yang saya beli itu adalah hasil bajakan Alpine Record terhadap rekaman yang dirilis oleh Zebra/MCA Record Amerika Serikat.Uhhhh. Tapi,karena piringan hitam Indra Lesmana itu memang tidak masuk ke wilayah pasaran Indonesia,ya dengan terpaksa album jazz fenomenal karya pemusik Indonesia itu saya beli juga.

Cover belakang album solo kedua Indra Lesmana di Zebra/MCA Reciord AS For Earth and Heaven (Foto Denny Sakrie)

Cover belakang album solo kedua Indra Lesmana di Zebra/MCA Reciord AS For Earth and Heaven (Foto Denny Sakrie)

Bagaimana hingga Indra Lesmana berhasil memikat perhatian salah satu label jazz ternama di Amerika Serikat saat itu ? Kabarnya, Indra Lesmana memperoleh rekomendasi dari pianis jazz ternama Chick Corea,pemusik yang jadi idola Indra Lesmana sekaligus menjadi sahabatnya.Ricky Schultz dari MCA Record tertareik dengan musikalitas Indra Lesmana.Tahun 1983 Ricky lalu meminta Indra Lesmana untuk merekam album debutnya di Zebra/MCA.
Bersama dengan kolega musiknya dari Australia Nebula yang terdiri atas Andy Evans (drums) ,Steve Hunter (bass),Ken James (saxophone), Carlinhos Goncalves (perkusi),dan Vince Genova (piano) ,Indra Lesmana lalu menghasilkan album bertajuk No Standing yang dirilis oleh Zebra/MCA Record pada tahun 1984 yang berisikan 5 komposisi, 4 diantaranya adalah karya Indra Lesmana seperti No Standing,Sleeping Beauty,First dan Tis Time For Part,satu lagu lainnya Samba For E.T ditulis oleh Steve Hunter.

IL2
Di tahun yang sama,Indra Lesmana segera masuk studio rekaman untuk album solo yang kedua.Kali ini Indra Lesmana menggunakan studio rekaman milik Chick Corea Mad Hatter Studio.Sederet pemusik jazz papan atas siap berkolaborasi dengan Indra Lesmana yang saat itu baru berusia 18 tahun.Masih sangat muda, memasuki usia remaja. Sudah barang tentu ini merupakan pengalaman jazz yang sangat luar biasa bagi Indra Lesmana yang memainkan seluruh instrumen keyboard dan menuliskan semua komposisi lagunya. Di album ini Indra Lesmana didukung oleh Jimmy Haslip (bass),Charlie Haden (bass),Vinnie Colaiuta (drums),Michael Landau (gitar elektrik),Martin Lund (flute),Joel Peskin (saxophone),Airto Moreira (perkusi),Bobby Shew (trumpet),Moqie Lund (vokal) dan Albert Tootie Heath (drums).Nama yang disebut terakhir itu adalah drummer be bop legendaris.Makanya album ini merupakan puncak pencapaian musik dari Indra Lesmana.Ada 9 komposisi di album For Earth And Heaven yang dirilis Zebra/MCA pada tahun 1986 yaitu Stephanie,L.A,Corrbores,Song For,For Earth and Heaven,Morro Rock,Dancing Shoe serta First Glance karya Martin Lund dan Christmas Songs karya Mel Torme dan Robert Wells.

Cover belakang album No Standing - Indra Lesmana (Foto Denny Sakrie)

Cover belakang album No Standing – Indra Lesmana (Foto Denny Sakrie)

Sayangnya setelah merilis album ini Indra Lesmana akhirnya memilih kembali ke Indonesia dan bergabung dengan kelompok Krakatau.Sangat disayangkan.Tapi mungkin itulah pilihan terbaik dari Indra Lesmana.