Nonton Badai Band 35 Tahun Silam

Posted: November 16, 2014 in Kisah, Opini

Ini adalah kjejadian yang berlangsung di bulan November, tapi sekitar 35 tahun yang silam. Saya tiba-tiba teringat ketika pertama kali nonton konser Badai Band itu pada tahun 1979.Saya baru lulus SMP,masih tinggal di Ujung Pandang.

Kaget dan kagum melihat musikalitas mereka yang terdiri atas Yockie Surjoprajogo (keyboard),Chrisye (bass,vokal),Keenan Nasution (drums),Oding Nasution (gitar),Roni Harahap (keyboard) dan Fariz RM (drums).Konsep menggunakan dua keyboard plus dua drum ini rasanya tak terpikirkan oleh band-band lain dijamannya.Saya masih ingat ketika Badai Band naik pentas,setelah dibuka penampilan Andi Meriem Mattalatta yang diiringi Mutiara Band milik Pertamina , Chrisye yang memakai setelan putih putih langsung membuka konser dengan lagu Indonesia Maharddhika karya Roni Harahap dan Guruh Sukarno Putra dari album Guruh Gipsy.Introduksi dengan duo keyboard Roni Harahap dan Yockie  Surjoprajogo terasa megah bak mercusuar.Lalu Chrisye menyanyikan lagu karya Debby Nasution dan Erros Djarot bertajuk “Angin Malam” dari soundtrack Badai Pasti Berlalu dengan memakai aransemen dari album Musik Saya Adalah Saya (Musica Studios 1979).

Suara Chrisye prima.Keenan dan Fariz membentengi rhythm sectiuon dengan pola drumming yang terasa akurat .Oding Nasution dengan aura rock meningkahi dengan lengkingan gitar elektrik.Suasana progresif rock mencuat saat Chrisye membawakan lagu Anak Jalanan karya Guruh Sukarno Putra dari album soundtrack film Ali Topan Anak Jalanan yang kemudian diaransemen ulang oleh Yockie di albumn solo Chrisye Sabda Alam.Konser Badai Band yang berlangsung di Gedung Olahraga Mattoanging Ujung Pandang di Jalan Cenderawasih itu menghadirkan lagu-lagu dari album Guruh Gipsy,Badai Pasti Berlalu dsan Sabda Alam.Entah kenapa,tak satu pun lagu dari album Jurang Pemisah dibawakan Chrisye di panggung.Namun,hadirnya lagu Citra Hitam yang ditulis oleh Yockie Surjoprajogo membuat saya kagum berat dengan band yang dihuni para pemusik mumpuni.

Sungguh merupakan pengalaman tak terlupakan menyasikan konser berkualitas dari pemusik yang tengah menjadi inspirasi besar dalam industri musik Indonesia.Badai Band ini bisa saya anggap sebagai gerakan pembaharuan dalam musikalitas musik Indonesia terutama jika kita kembali di tahun 1977 dimana saat itu khazanah musik Indonesia lebih cenderung tampil dengan keseragaman dimana-mana yang pada akhirnya menimbulkan rasa jenuh dan titik kulminasi.Yang saya ingat Koes Plus seperti sapi kurus yang telah diperah habis-habisan energi dan kreativitas bermusiknya oleh label besar yang menaunginya : Remaco.

Chrisye sedang menyanyikan lagu Anak Jalanan bersama Badai Band di Gedung Olahraga Mattoanging Ujung Pandang di tahun 1979 (Foto Denny Sakrie)

Chrisye sedang menyanyikan lagu Anak Jalanan bersama Badai Band di Gedung Olahraga Mattoanging Ujung Pandang di tahun 1979 (Foto Denny Sakrie)

Epigonisme atau perilaku membebek telah mencapai puncaknya di era 1977 tersebut. Dan disaat itu,ketika musik populer di Indonesia mulai memasuki kubangan tunggal nada, muncullah kreativitas anak-anak muda yang rata-rata saat itu berusia 20 tahunan. Dimulai dengan munculnya eksperimen memempelaikan musik Bali dan rock progresif yang dilakukan Guruh Sukarno Putra dan band rock Gipsy dalam proyek Guruh Gipsy.Lalu mencuat kegiatan kompetisi Lomba Cipta Lagu Remaja yang digagas radio Prambors Rasisonia dan menghasilkan hits massal Lilin Lilin Kecil karya James F Sundah dan jelang akhir 1977 muncul album musik soundtrack fenomenal karya Eros Djarot bertajuk “Badai Pasti Berlalu” dengan sederet hits yang dinyanyikan Chrisye mulai dari Pelangi,Serasa ,Merpati Putih,Cintaku,Merepih Alam hingga Angin Malam.

Sebagai anak muda yang mulai memnasuki gerbang remaja, semangat menyimak atau menikmati musik  yang saya alami justru terasa mengalami pergeseran.Mulai ada kegelisahan untuk menyimak karya-karya yang trak sekedar ecek-ecek lagi tapi lebih mencari eksplorasi menyimak musik yang lebih memberikan imbuhan yang terasa kuat dalam notasi melodi,aransemen yang lebih dalam atau pola penulisan lirik yang berputar ke hal-hal yang terlalu remeh temeh.Pada akhirnya pilihan jatuh pada setidaknya 3 album yang dirilis pada tahun 1977 tadi yaitu Guruh Gipsy,LCLR 1977 dan Badai Pasti Berlalu. Pengalaman menyaksikan konser Badai Band bdi Gedung Olahraga Mattoanging Ujung Pandang ini saya anggap merupakan titik balik pergumulan saya dalam menentukan selera bermusik saya.Dan kalau berbicara soal selera, jelas tak ada kesepakatan,karena selera jelas akan selalu berbeda-beda.

Tinggalkan komentar