Siapakah penyanyi folk Indonesia yang pertama ? Saya berasumsi bahwa almarhum Gordon Tobinglah orangnya.Bersama vokal grup yang dibentuknya dengan nama Impola, Gordon Tobing menyanyikan hampir seluruh lagu-lagu rakyat Indonesia.Gordon Tobing dan Impola acapkali dikirim ke luar negeri untuk misi kebudayaan Indonesia untuk seni musik.Musik folk yang dimainkan Gordon Tobing tampaknya memang menjadi representasi negeri ini, Indonesia.
Lalu siapakah Gordon Tobing ?.
Gordon Tobing dilahirkan di Medan, Sumatera Utara,pada tanggal 25 Agustus 1925
Gordon Tobing yang berbakat musik,belajar musik secara otodidak.Dia tak pernah mempelajari musik secara formal,.Di tahun 1950 Gordon merantau ke Jakarta. Gordon sempat membentuk Kelompok Vokal bernama Sinondang bubar. Ketika Sinondang bubar,Gordon kemudian membentuk Vokal Grup “Impola”.Impola adalah bahasa Tapanuli yang artinya inti yang terbaik dari yang terbaik. Vokal Grup Impola inilah yang membuat Gordon dan istrinya Theresia Hutabarat menjadi sangat terkenal sejak tahun 1960 an. Bersama VG Impola, dia mengunjungi berbagai negara di dunia.
Pada tahun 1965 Gordon Tobing dan Impola dipilih oleh suatu Panitia Jerman untuk turut serta dalam Press Fest di Jerman. Impola juga dipilih oleh Tim Ahli Seni Australia untuk mewakili Asia pada Art Festival of Perth yang berlangsung tahun 1969.
Folk Songs dengan berbasis lagu-lagu rakyat tradisional ini memang merebak pada era 50an hingga 60an yang kemudian dibawakan dengan format vokal grup atau kelompok vokal. Tapi disamping itu musik Folk dengan nuansa kontemporer mulai pula berkembang sejak akhir dasawarsa 60an.Salah satu inspirasi timbulnya musik folk yang berkembang diantara anak muda adalah musik-musik Folk Amerika yang digagas oleh Bob Dylan,Joan Baez,Melanie,Peter Seeger,Phil Ochs hingga kelompok Crosby,Stills,Nash & Young.
Lagu-lagu folk kontemporer yang mulai memikat pendengar muda di Indonesia antara lain adalah “Blowin’ In The Wind” (1963) dari Bob Dylan,”Donna Donna” (1960) dari Joan Baez hingga “Our House”(1970) dari Crosby Stills,Nash and Young yang mulai di putar di radio-radio anak muda yang menjamur pada akhir era 60an hingga awal 70an. Penikmat musik folk saat itu dari kalangan pelajar hingga mahasiswa.Mereka mulai mengakrabi musik folk dengan memetik gitar akustik sambil bernyanyi.
Setidaknya ada 3 (tiga) kota besar yang memiliki kepioniran dalam memperkenalkan musik folk di Indonesia yaitu Jakarta,Bandung dan Surabaya.Di ketiga kota ini komunitas penggemar musik folk mulai terlihat.Di Jakarta mulai terdengar Kwartet Bintang yang dimotori Guntur Sukarnoputra putra sulung Presiden Sukarno, Noor Bersaudara hingga Prambors Vokal Group.Di Bandung sejak tahun 1967 telah berkiprah Trio Bimbo hingga Remy Sylado.Sedangkan di Surabaya sejak tahun 1969 telah terdengar nama Lemon Trees yang didukung oleh Gombloh dan Leo Imam Soekarno yang di era paruh 1970an dikenal dengan nama Leo Kristi.Beberapa diantaranaya bahkan telah merilis album rekaman seperti Trio Bimbo yang merekam album lewat label Fontana di Singapore pada tahun 1971 .Di album ini Trio Bimbo muncul dengan hits sebuah folk ballad bertajuk Melati Dari Jayagiri karya Iwan Abdurachman.
Pada tanggal 8 Juli 1973 diadakan acara Parade Folk Songs yang berlangsung di Youth Center Bulungan Jakarta Selatan dengan menampilkan sederet kelompok folk seperti Remy Sylado Company yang didukung 26 siswa SPG St.Angela Bandung,Noor Bersaudara,Gipsy dan Prambors Vokal Group dibawah pimipinan Iwan Martipala.Lalu pada tanggal 25 Agustus 1973 digelar Pesta Folk Songs Se Jawa yang berlangsung di Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika Bandung menampilkan Noor Bersaudara dan Prambors Vokal Grup dari Jakarta.Kemudian ada Manfied,Vraliyoka dan Lemon Never Forget dari Surabaya, Azwar AN & The Ones dari Yogyakarta,Daniel Alexey dari Semarang, serta Singing Student Bandung (Double SB),The Gangs,The Mad,Numphist Group,Hande Bolon,GPL Unpad dan Remy Sylado Company.
Kemudian di Surabaya pada Mei 1974 berlangsung Parade Folk Songs di Kampus Universitas Airlangga Surabaya yang diikuti sekitar 16 kelompok folk antara lain Vraliyoka,Franky & Gina,Leo & Christie,Remaja Yudha,Manneke Pelenkahu & Manfied,Bengkel DKS serta 19 Nervous Breakdown.
Beberapa kelompok folk terdepan seperti Trio Bimbo,Noor Bersaudara hingga Remy Sylado Company juga ikut tampil dalam perhelatan musik terbesar Summer ’28 yang berlangsung di Ragunan Pasar Minggu pada 16 Agustus 1973.
Di kampus ITB Bandung selama dua tahun berturut-turut 1973 dan 1974 berlangsung diskusi musik tentang musik folk yang menghadirkan pula para musikolog dan kritikus musik seperti Frans Haryadi dan JA Dungga.Pada paruh 70an di Bandung kerap diadakan acara Musik Akustik yang menampilkan sederet para pemusik dan kelompok folk seperti Monticelli Group,Singing Student Bandung,GPL Unpad,Jan Hartland,One Dee Group,Harry Roesli,Mythos Group,Pahama, dan masih banyak lagi.Bahkan di tahun 1977 Monticelli yang dipimpin Dini Soewarman merilis kompilasi musik folk Musik Akustik Monticelli yang dirilis Hidayat Audio.
Bimbo sendiri kemudian menghasilkan sederet pengikut dalam gaya bermusik mulai dari Geronimo II,Nobo,Pahama Group, Mythos Group,Kharisma Alam,Amudas dan banyak lagi lainnya.
Di Surabaya beberapa kelompok folk juga mulai merekam lagu-lagunya seperti Gombloh dan Lemon Tree’s Anno ’69 dan Manfied.Bahkan Leo Imam Soekarno yang awalnya tampil lewat duo Leo and Christie, mulai membentuk kelompok folk dengan nama Konser Rakyat Leo Kristi dan merilis album debut bertajuk Nyanyian Fajar pada label Aktuil Musicollection yang dikelola majalah music Aktuil di Bandung.
Remy Sylado dengan Remy Sylado Company juga merekam album bertajuk Folk Rock Vol.1 pada label Gemini Record.
Karena demam folk songs yang merebak dimana mana, akhirnya membuat Eugene Timothy dari Remaco meminta agar Koes Plus merilis album Folk Songs pada tahun 1976.
Memasuki akhir dasawarsa 70an dan 80an, musik folk songs kian berkembang dengan munculnya sosok-sosok baru seperti duo Franky & Jane,Mogi Darusman,Tara & Jayus,Tika & Sita, Iwan Fals,Wanda Chaplin,Tom Slepe,Doel Sumbang,Ritta Rubby Hartland,Elly Sunarya hingga Ully Sigar Rusady , Ebiet G Ade serta Kelompok Kampungan dari Yogyakarta . Kebanyakan mereka tampil dengan pola singer/songwriter yang membawakan lagu karya sendiri sambil memetik gitar akustik. Tema lirik lagunya berkisar dari tema alam dan lingkungan serta kritik sosial yang terkadang dibumbui dengan aura humor yang menggelitik.
Franky & Jane ,Iwan Fals dan Ebiet G.Ade muncul di posisi terdepan.Ketiganya bahkan menjadi protipe inspirasi dari sederet pemusik yang muncul setelah mereka .Gaya bermusik Iwan Fals diikuti oleh Doel Sumbang,Tom Slepe dan Wanda Chaplin. Franky & Jane diikuti pula oleh duo Frans & Yenny,Nana Bodi,Jelly & Diana dan banyak lagi. Bahkan gaya bernyanyi Ebiet G Ade diikuti sederet follow seperti Endar Pradesa,Tommy J Pisa,Jamal Mirdad,Ade Putra,Jamil Mirzad .Bahkan Ritta Rubby Hartland kerap dijuluki Ebiet G Ade wanita.
Sawung Jabo yang pernah bergabung dengan Kelompok Kampungan mulai terdengar kiprahnya dengan membentuk Sirkus Barock hingga Genggong. Sawung Jabo juga ikut mendukung Kantata Takwa,Swami dan Dalbo.
Di era 90an Iwan Fals,Ebiet G Ade dan Franky Sahilatua tetap berkibar membawakan musik folk.Iwan Fals juga ikut bergabung dalam Kantata Takwa dan Swami .Di tahun 1993 muncul seorang singer/songwriter berbakat Oppie Andaresta lewat album “Albumnya Oppie” yang menghasilkan hits “Cuma Khayalan”,”Inilah Aku” atau “Cuma Karena Aku Perempuan”. Oppie berlenggang sendirian sebagai penyanyi folk wanita dengan lirik yang lugas dan apa adanya.Ini terlihat jelas lewat album keduanya “Bidadari Badung” (1995) dengan lagu seperti “Ingat Ingat Pesan Mama” dan “Bidadari Badung”.
Di era 2000an, justeru semakin banyak kelompok-kelompok musik folk yang bermunculan dalam khazanah musik Indonesia seperti Endah N Rhessa,Dialog Dinihari,Payung Teduh,Deugalih & Folks,Frau,Harlan Boer,Sir Dandy,Payung Teduh,Tigapagi,Adhitia Sofyan,Teman Sebangku,Nada Fiksi,Semakbelukar,Rusa Militan.