Festival Lagu Populer Indonesia dari Masa ke Masa

Posted: Januari 8, 2014 in Kisah, Sejarah

Masih ingatkah dengan ajang lomba cipta lagu tingkat dunia bertajuk World Popular Song Festival (WPSF) yang setiap tahun digelar di Budokan Hall Tokyo Jepang pada dasawarsa 70-an hingga 80-an ? Kompetisi bergengsi ini sesungguhnya merupakan semacam tolok ukur atau parameter puncak prestasi dari pelbagai ragam kompetisi musik internasional yang ada.Kenapa ? Karena pada ajang kompetisi yang digagas oleh perusahaan instrumen musik raksasa Yamaha Foundation ini, para kontestan dari penjuru dunia berdatangan mewakili tidak hanya negaranya saja,tetapi juga benua.

Dari Eropa yang merupakan gudang pemusik kualifaid,misalnya,pada tahun 1970 hingga 1980-an,peserta kompetisi asal Eropa dijaring dari arena kompetisi lagu yang disebut Eurovision Song Contest.Sementara dari benua Amerika,terbagi pula dalam dua blok peserta yang masing-masing memiliki gengsi tinggi : Amerika Serikat dan Amerika Latin.

Negara yang disebut terakhir sebetulnya juga merupakan gudang para pemusik dan penyanyi berkualitas dan berkarakter kuat.”Makanya jujur,saya merasa bangga terpilih menjadi juara penyanyi terbaik di World Pop Song Festival” kata Harvey Malaihollo yang pada tahun 1986 berhasil menyabet kategori Best Singer di World Pop Song Festival Tokyo melalui komposisi karya Elfa Secioria Hasbullah dan Wieke Gur bertajuk “Seandainya Selalu Satu(If We Could Always Be Together)”.Harvey Malaihollo saat itu mengungguli para Grand Finalis dari 28 negara di dunia. Bisa dikatakan itulah puncak atau akhir petualangan pemusik Indonesia pada ajang kompetisi internasional.Karena ,pada kompetisi yang ke 13 pada tahun 1988,acara yang diprakarsai pertamakali oleh Yamaha Music Foundation pada 1970 tersebut ditiadakan sama sekali. Indonesia pertamakali mengirimkan utusan ke World Pop Song Festival di Tokyo ini pada tahun 1971 dengan diwakili penyanyi Elly Srikudus yang membawakan lagu karya Mochtar Embut bertajuk “With The Deepest Love of Djakarta“.Tapi,tak berhasil menggurat prestasi sama sekali.Begitupula pada tahun selanjutnya yang diwakili almarhumah Tuty Ahem yang membawakan karya almarhum Mus K Wirya bertajuk “Before I Die“,juga tak menghasilkan prestasi sedikitpun.

Baru pada tahun 1977,nama Indonesia bergaung di acara yang digelar di gedung yang biasa dipakai untuk pertandingan olahraga khas Jepang Sumo itu.

Tahun itu almarhum Adjie Bandy berhasil memperoleh penghargaan dalam kategori “Outstanding Song Award” lewat lagu ciptaannya “Damai Tapi Gersang“,yang dinyanyikan secara duet dengan Hetty Koes Endang..

Sejak saat itu,semangat berkompetisi di kalangan pencipta lagu kembali terpacu dan terpicu.Lima tahun berselang tepatnya pada tahun 1982,Indonesia kembali memperoleh penghargaan berupa Kawakami Award yang disematkan untuk lagu “Lady” karya Anton Issoedibyo. Tahun 1985,Indonesian kembali berhasil meraih Kawakami Award lewat lagu “Burung Camar” karya Aryono Hubojo Djati dan Iwan Abdurachman yang disenandungkan Vina Panduwinata dan aransemen musik oleh Candra N Darusman.

Lagu Burung Camar karya Aryono Huboyo Djati dan Iwan Abdurachman meraih penghargaan The Kawakami Prizes dalam World Popular Songs Festival di Budokan Hall Tokyo Jepang tahun 1985.Tampak Candra Darusman (arranger),Aryono Huboyo Djati (komposer) dan Vina Panduwinata (penyanyi) saat Presiden Yamaha Music Foundation Gen'ichi Kawakami menyerahkan award

Lagu Burung Camar karya Aryono Huboyo Djati dan Iwan Abdurachman meraih penghargaan The Kawakami Prizes dalam World Popular Songs Festival di Budokan Hall Tokyo Jepang tahun 1985.Tampak Candra Darusman (arranger),Aryono Huboyo Djati (komposer) dan Vina Panduwinata (penyanyi) saat Presiden Yamaha Music Foundation Gen’ichi Kawakami menyerahkan award

Setahun kemudian,Harvey Malaihollo,yang rajin menjadi kontestan,berhasiol meraih kategori paling bergengsi yaitu Best Singers WPSF 1986 setelah melantunkan lagu “Seandainya Selalu Satu” karya Elfa Secioria Hasbullah dan Wieke Gur.Di tahun berikutnya,Indonesia malah memperoleh 2 penghargaan sekaligus yaitu “Audience Selection Award” dan “Kawakami Award” atas lagu “Kembalikan Baliku” karya Guruh Soekarno Putera yang dinyanyikan Jopie Latul.Tahun 1976 Guruh Soekarno Putera pernah mewakili Indonesia ke WPSF lewat lagu “Renjana” yang dinyanyikan Grace Simon,tapi tak berhasil meraih predikat apa-apa.

Sayangnya,ketika Indonesia tengah getol-getol mencetak prestasi di ajang kompetisi tingkat dunia,acara World Pop Song Festival itu pun ditiadakan oleh pihak Yamaha Music Foundations.Meskipun demikian,penyelenggaraan Festival Lagu Populer Indonesia toh masih tetap berlanjut hingga akhirnya juga harus ditiadakan sama sekali seusai penyelenggaraan kompetisi pada tahun 1991.

LAGU LAGU INDONESIA DALAM WPSF TOKYO (1971 -1987)

1.With The Deepest of Jakarta (Mochtar Embut) – Elly Srikudus (1971)

2.Before I Die (Mus K Wirya) – Tuty Ahem (1972)

3.Love Eternally (Nick Mamahit) – Broery Marantika (1973)

4.Cinta (Titiek Puspa)- Broery Marantika (1974)

5.Pergi Untuk Kembali (Minggoes Tahitu) – Melky Jannes Goeslaw (1975)

6.Indigo (Renjana) (Guruh Soekarno Putera) – Grace Simon (1976)

7.Damai Tapi Gersang (Adjie Bandy) – Hetty Koes Endang & Adjie Bandy (1977)

8.Harmoni Kehidupan (Ully Sigar Rusadi) – Dhenoik Wahyudi (1978)

9.Runtuhnya Keangkuhan Diri (Tarida Hutauruk) – Berlian Hutauruk (1979)

10.Senja Merah (Red Twilight) (Roekanto D dan Esti W) – Marini (1980)

11.Siksa (Titik Hamzah) – Euis Darliah & Hetty Koes Endang (1981)

12.Lady (Anton Issoedibyo) Harvey Malaihollo & Geronimo (1982)

13.Randu (Elfa Secioria & Ferina Zubeir) – Andi Meriem Mattalatta (1983)

14.Aku Melangkah Lagi (Santoso Gondowidjojo) – Vina Panduwinata (1984)

15.Burung Camar (Aryono Huboyo Djati & Iwan Abdurachman) – Vina Panduwinata (1985)

16.Seandainya Selalu Satu (If We Could Always Be Together) (Elfa Secioria & Wieke Gur)

Harvey Malaihollo (1986)

17.Kembalikan Baliku (Guruh Soekarno Putera) – Jopie Latul (1987)

 

 

Tinggalkan komentar